Grid.ID - Berkulit gelap dan bertubuh tegap kakinya yang kekar begitu lincah berjalan diantara rerimbunan hutan Negeri Masihulan, kawasan penyangga Taman Nasional Manusela, Seram yang lebat dan licin setelah diguyur hujan.
Sony Sapulete tahu rombongan yang ada di belakangnya tidak biasa masuk hutan sehingga ia berusaha mengurangi laju kakinya agar tidak ketinggalan.
Sorot matanya setajam mata elang. Sambil berjalan begitu ia mendengar suara kicau burung ia langsung bisa menunjuk ke arah gerakan burung kecil yang berjarak puluhan meter darinya termasuk nama dan karakternya.
Setelah berjalan menanjak sekitar 30 menit tibalah di sebuah pondok. Pondok dengan lantai dan dinding kayu yang diberi nama Morite Lodge miliknya tersebut bentuknya mungil, namun sangat nyaman.
Berdiri diatas tebing yang menghadap hamparan hutan yang lebat.
Dari teras pondok mata disuguhi keelokan pemandangan pegunungan Binaya yang sore itu puncaknya diselimuti awan berarak arak sangat indah.
Baca Juga: Sering Dibiarkan Menumpuk di dalam Freezer, Bunga Es Ternyata Bisa Menyebabkan Bahaya Tak Main-main!
Suasana makin damai di saat senja hari yang sejuk terdengar suara kicau aneka burung yang berterbangan di angkasa.
"Pondok ini biasa disewa mereka yang ingin menikmati suasana alam. Tapi bagi para fotografer penggemar satwa liar terutama burung baik dari dalam dan luar negeri, pondok ini dijadikan sebagai gardu pandang sekaligus sebagai tempat memotret karena posisinya strategis," kata Sony.
Ketika malam tiba suasana tak kalah menarik.
Duduk di teras dengan sinar temaram dari lampu minyak di dinding pondok, kelap-kelip kunang-kunang beraneka warna indah menghias angkasa.
Bahkan sesekali terdengar kepak sayap burung elang yang berterbangan menyeruak diantara aneka suara binatang malam.
Ketika malam tiba Sony kadang juga mengantarkan safari night atau menjelajah hutan di tengah malam bagi tamu yang menginginkan.
Ia akan memandu untuk menunjukkan dimana saja burung-burung sedang tidur atau aneka tanaman yang justru berkilau di kegelapan malam.
RIBUAN BURUNG
Namun ada sisi cerita menarik sebelum ia menjadi seorang penyayang binatang yang sekarang terjun di dunia ekowisata.
"Masa lalu saya adalah sebagai pemburu burung. Entah berapa puluh ribu burung yang sudah saya jarah dari habitatnya selama puluhan tahun lamanya," katanya Sony mengenang.
Ketika bercerita dari balik pelupuk matanya terlihat berkaca-kaca. Ada rasa sesal dengan kisah masa lalunya yang merusak lingkungan khususnya habitat burung.
Sony bercerita, dulu setiap malam dia bersama kawan satu timnya keluar masuk hutan menangkapi burung, berbagai jenis nuri, kakatua, yang endemik Seram untuk dijual.
Baca Juga: Selamat! Jennifer Bachdim Akhirnya Melahirkan Anak ke-3, Simak yuk Cerita Proses Persalinannya
Keterampilan naik turun pohon setinggi puluhan meter sejak masih kanak-kanak menjadikan ia sebagai jawara pemburu burung.
"Dulu, para penadah atau pembeli hasil tangkapan memperlakukan saya yang jago panjat sangat istimewa. Minta apapun dikasih, keperluan makanan, rokok bekal selama berada di dalam hutan dipenuhi. Nanti perhitungannya baru belakangan setelah menyetor hasil tangkapan," katanya.
Peran sebagai pemanjat dalam sebuah tim perburuan yang dalam satu tim berjumlah 5-6 orang memang lebih tinggi "kastanya" ketimbang anggota lainnya yang bertindak sebagai helper atau pembantu.
Seorang pemanjat memiliki ketrampilan diatas rata-rata. Sony, dalam kegelapan malam tanpa penerangan dia harus setengah merangkak menangkapi burung yang dijerat tali senar di dahan setinggi 40-an meter dari atas tanah tanpa tali pelindung apapun.
Ia pernah punya pengalaman buruk. Ia nyaris jatuh ketika memanjat di ketinggian puluhan meter.
"Kalau jatuh saya sudah pasti remuk karena di bawah pohon persis ada bibir sungai yang berbau tajam," kata Sony yang sekarang jadi mitra Polhut Taman Nasional Manusela.
Dalam sekali tangkap semalam untuk burung nuri dia bisa menghasilkan 300 sampai 400 ekor burung.
Untuk kakatua bisa 5-6 ekor. Untuk nuri di jual ke penadah Rp.1500 per ekor sedang kakatua Rp 20 ribuan per ekor. Sebuah harga yang tak sebanding dengan kerusakan lingkungan.