Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum
Grid.ID – Paracetamol atau acetaminophen telah dikenal sebagai obat penurun panas dan pereda nyeri untuk semua usia.
Tapi berdasarkan sebuah studi, paracetamol ternyata juga bisa meredakan sakit hati secara emosional.
Melansir Marie Claire, sebuah penelitian yang dilakukan oleh ilmu saraf dari University of California menemukan bahwa rasa sakit emosional ternyata diproses di area otak yang sama dengan rasa sakit fisik.
Baca Juga: 5 Tips Cepat Move On dari Mantan dan Sembuhkan Rasa Sakit Hati Pasca Putus Cinta
Para peneliti pun menemukan bahwa rasa sakit hati secara emosional dapat berkurang pada orang-orang yang mengonsumsi 1000 mg paracetamol selama tiga minggu dibandingkan dengan orang yang tidak mengonsumsi apapun.
Meski begitu, asisten profesor psikologi sosial di University of Colombia, Dr. Naomi Eisenberger, mengingatkan bahwa rasa sakit hati secara emosional adalah hal yang wajar.
Apalagi jika hal itu dikarenakan putus cinta atau ditolak oleh seseorang yang kita sukai.
Baca Juga: Ini Dia 5 Langkah Sehat Atasi Rasa Sakit Hati Kamu Saat Putus, Wajib Coba!
“Rasa sakit secara emosional adalah respons wajar yang mengajarkan kita untuk tidak mengulangi perilaku yang membuat kita sakit hati,” ujar Dr Eisenberger.
Oleh karena itu, seseorang tidak boleh sembarangan mengonsumsi paracetamol untuk mengobati rasa sakit hati secara emosional ini.
Lagipula, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut karena penelitian di atas hanya dilakukan dengan waktu yang singkat dengan sampel yang terbatas.
Baca Juga: Patah Hati Bisa Menyebabkan Trauma loh, Kenali Gejalanya di Sini!
Bisa jadi, peserta yang terlibat dalam penelitian itu kembali merasakan rasa sakit hati secara emosional setelah masa uji coba selesai.
Melansir laman drugs.com via Kompas.com, pengonsumsian paracetamol berlebihan dapat memicu kerusakan pada hati.
Bahkan, pada beberapa kasus, paracetamol dapat menyebabkan reaksi alergi yang parah hingga mengancam nyawa.
Nah, jika seseorang mengalami rasa sakit karena patah hati yang parah dan tidak bisa ditangani oleh diri sendiri, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan psikolog untuk mendapatkan penanganan yang tepat ya.
(*)
Source | : | Kompas.com,Marie Claire |
Penulis | : | Ragillita Desyaningrum |
Editor | : | Irene Cynthia |