Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum
Grid.ID – Dengan dibatasinya kegiatan di luar rumah, bukan berarti anak tidak berisiko menjadi korban bullying.
Melansir Nakita.ID, seorang Psikolog Klinis Anak dan Remaja, Firesta Farizal menyebutkan bahwa bullying atau perundungan adalah tindakan agresif atau menyakiti yang dilakukan berulang terhadap seorang yang lemah dan terdapat perbedaan kekuatan antara korban dan pelaku.
Berbeda dengan bercanda, bullying bertujuan untuk menakuti, membuat marah, resah, merendahkan, dan juga mempermalukan.
Di masa pandemi seperti sekarang ini, kasus bullying ternyata telah berkembang menjadi cyber bullying yang merupakan tindakan bullying di dunia maya.
Bahkan, pemerhati kesehatan jiwa anak dari UNICEF, Ali Aulia Ramly, telah mengungkapkan bahwa risiko cyber bullying meningkat di masa pandemi.
Hal ini dikarenakan anak telah menjadi lebih sering menggunakan gadget untuk pembelajaran jarak jauh.
"Risikonya menjadi semakin besar (cyber bullying di masa pandemi). Walaupun kita juga bisa melihat ada kesempatan-kesempatan yang bisa kita raih dan kita capai, termasuk untuk melindungi anak dari perundungan online," kata Ali dalam diskusi daring bertajuk Ancaman Cyber Bullying, Sabtu (28/11/2020) yang dikutip dari Kompas.com.
Adapun beberapa bentuk cyber bullying di antaranya seperti menyebarkan foto korban dan menjelek-jelekkan korban di media sosial.
Bisa juga anak dikucilkan seperti tidak diajak bermain game, membuat grup chat untuk membicarakan seseorang, dan lain-lainnya.
Selain itu, pelaku cyber bullying kadang melakukan pemantauan pada salah satu akun media sosial untuk mencari target bully.
Permasalahan cyber bullying ini tidak boleh diremehkan orangtua karena dampaknya yang serius bagi korban.
Seperti yang dikutip dari Kompas.com, seorang Pengamat Pendidikan, Adjat Wiratma mengungkapkan bahwa dampak cyber bullying pada anak dapat menyebabkan penurunan prestasi dan membuat anak mudah marah.
Bahkan, anak yang menjadi korban cyber bullying rentan mengalami depresi hingga mempunyai keinginan untuk bunuh diri.
"Prestasi menurun, kemudian anak mudah marah pada orangtua. Ada yang depresi dan bunuh diri," kata Adjat.
Adapun reaksi anak yang mudah marah biasanya dialami jika anak menjadi korban cyber bullying di usia Sekolah Dasar.
Sedangkan menurut sebuah penelitian, cyber bullying pada anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) bisa berdampak pada penggunaan obat-obatan serta seks bebas.
Sebagai tambahan, menurut Firesta, korban cyber bullying cenderung merasa malu karena dikucilkan, memiliki persepsi negatif tentang dirinya, minder, dan merasa rendah diri. (*)
Gagal Move On dan Tak Terima sang Mantan Pacar Sudah Punya Kekasih Baru, Pria Ini Culik sang Wanita tapi Keciduk Polisi, Begini Akhirnya
Source | : | Kompas.com,Nakita.ID |
Penulis | : | Ragillita Desyaningrum |
Editor | : | Okki Margaretha |