WhatsApp yang melawan arus
Seperti diketahui, sirkulasi keuangan Facebook bergantung pada seberapa lama penggunanya menghabiskan waktu menggunakan aplikasi jejaring pertemanan itu.
Facebook lantas memetakan iklan-iklan yang masuk berdasarkan minat para penggunanya.
Lain halnya dengan WhatsApp yang tidak memiliki iklan di layanannya.
Hal ini dilatari, Jan Koum tak menginginkan sama sekali adanya iklan di WhatsApp.
Prinsipnya lantas berbenturan dengan dewan direksi Facebook.
Jan menuai banyak tekanan menyoal iklan, dan ini disinyalir jadi salah satu faktor yang mendorongnya hengkang.
Meski nir iklan, perkembangan pesat WhatsApp dengan miliaran pengguna menarik cukup banyak informasi penggunanya bagi Facebook.
Berdasarkan pengakuan seorang petinggi Facebook, Jan Koum menghadapi tekanan dewan sepanjang tahun 2017 yang inginkan keberadaan iklan pada WhatsApp.
WhatsApp yang semula berupa layanan jejaring chatting seiring perkembangannya, kian besar hingga menjadi layanan pesan gratis macam Verizon dan AT&T.
WhatsApp menjadi begitu populer di negara-negara dengan layanan sms yang begitu mahal sementara jejaring sosial seperti Facebook tidak digunakan sebagai layanan jasa pengirim pesan sehari-hari, Indonesia misalnya.
Source | : | nypost.com |
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |