Grid.ID - Eksekusi mati menjadi salah satu hukuman yang harus dihadapi penjahat kelas kakap di wilayah Eropa pada abad ke-18.
Tetapi ada hal mengerikan yang terjadi pada salah satu penjahat yang dieksekusi mati dengan cara dipenggal.
Setelah kepalanya terpisah dari tubuh, jasad penjahat itu justru bikin heboh karena melakukan hal di luar nalar.
Ilmuwan pada saat itu pun gencar melakukan eksperimen dan penelitian terhadap korban hukuman penggal ini.
Dari hasil observasi eksekusi mati itu, para peneliti menemukan fakta mengejutkan.
Meskipun kepala seseorang telah dipenggal dan terpisah dari tubuhnya mereka tetap sadar selama 30 detik.
Sepanjang abad 19 dan 20, dokter Prancis menyelidiki apakah seseorang yang yang dieksekusi tetap hidup di saat-saat setelah eksekusinya.
Salah satu kasus yang tercatat adalah eksekusi seorang pembunuh bernama Charlotte Corday di depan umum pada tahun 1793.
Melansir The Sun, pada saat itu, kepala Corday yang telah terputus diangkat oleh algojo.
Algojo tersebut kemudian menampar wajah Corday.
Hal yang membuat terkejut penonton adalah ketika wajah Corday memerah dan tampak marah setelah dipukul.
Kasus lainnya yang paling terkenal dilakukan oleh Dr Beaurieux atas eksekusi pelaku kejahatan Henri Languille.
Ketika ia berteriak kepada penggalan kepala Henri, wajah tersebut meresponnya.
Beaurieux mendokumentasikan eksperimennya yang ia lakukan pada 28 Juni 1905 itu dalam jurnal medisnya.
Dalam jurnalnya ia menulis, "Kepala jatuh di permukaan leher yang terputus dan oleh karena itu saya tidak perlu mengangkatnya dengan tangan saya."
"Kemudian saya dapat mencatat segera setelah pemenggalan itu: kelopak mata dan bibirnya bekerja dalam kontraksi irama yang tidak teratur selama sekitar lima atau enam detik."
"Saya menunggu beberapa detik. Gerakan tersebut berhenti."
"Wajahnya rileks, kelopak matanya setengah tertutup, hanya menyisakan putih konjungtiva yang terlihat, persis seperti pada orang yang sekarat."
"Saat itulah saya memanggil dengan suara yang kuat dan keras: 'Languille' saya melihat kelopak matanya perlahan-lahan terangkat."
Dr Beaurieux membandingkan tatapan yang diberikan Henri kepadanya sama dengan orang-orang yang terbangun dari tidur atau dikagetkan saat pikirannya kosong.
Beaurieux mengatakan ia memanggil Henri kedua kalinya, dan sekali lagi mata Henri tertuju padanya.
Kemudia saat Beaurieux memanggil untuk yang ketiga kalinya, Henri tidak lagi merespon, disitulah Henri dipastikan telah mati.
Kejadian tersebut berlangsung selama dua hingga tiga puluh detik.
Eksperimen lainnya dilakukan pada tahun 1950 yang dilakukan oleh pemerintah Prancis dengan bantuan dokter Piedelievre dan Fournier.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan, eksekusi menggunakan alat bernama guillotine tidak efektif karena korbannya tidak langsung mati.
Orang terakhir yang dieksekusi menggunakan guillotine di Prancis adalah pembunuh kelahiran Tunisia, Hamida Djandoubi pada tahun 1977.
Djandoubi menjadi orang terakhir di Eropa Barat yang dieksekusi, sementara Prancis secara resmi menghapuskan hukuman mati pada tahun 1981.
Otoritas Prancis sebenarnya telah melarang eksekusi publik setelah pemenggalan Eugene Weidmann pada tahun 1939.
Namun, ada satu kepala yang diawetkan dalam botol kaca di Fakultas Kedokteran Universitas Lisbon.
Kepala tersebut milik Diogo Alves, pembunuh berantai pertama Portugal dan salah satu orang terakhir yang dieksekusi di negara itu pada tahun 1841.
(*)
Artikel ini pernah tayang di Intisari Online dengan judul Meski Kepala Terpenggal, Pelaku Kejahatan Tereksekusi Mati Tak Langsung Mati dan Masih Sadar
Viral Rumah Dijual Rp 27 Juta di Yogyakarta, Kondisinya Horor dan Bikin Merinding, Akan Dibeli Joko Anwar?
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |