Grid.ID – Pandemi Covid-19 telah berlangsung kurang lebih satu setengah tahun. Peningkatan jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 pada Juli 2021, membuat situasi di Tanah Air kembali tidak nyaman.
Kebijakan “rem darurat” dalam rupa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 diterapkan. PPKM level 4 sendiri, telah diperpanjang sebanyak dua kali. Terakhir, pemerintah menungumkan PPKM level 4 akan berlanjut hingga 16 Agustus 2021.
Selain harus menghabiskan sebagian besar waktu di rumah, masyarakat juga harus menerima kabar anggota keluarga yang sakit, berita duka, dan disinformasi yang membuat khawatir. Pada kondisi tersebut, kesehatan mental menjadi rentan.
Psikiater sekaligus influencer dr Erickson Arthur Siahaan, Sp KJ dalam Dialog Semangat Selasa yang berlangsung secara daring, Selasa (10/8/2021) mengatakan, upaya adaptasi masyarakat terhadap pandemi dapat mencapai titik jenuh.
Terlebih, lanjutnya, pandemi Covid-19 berlangsung dalam jangka panjang dan seakan tidak berkesudahan.
“Pada masa awal pandemi berlangsung ada reaksi kecemasan dan stres mengenai apa itu Covid-19. Setelah satu setengah tahun, pengetahuan masyarakat sudah terbentuk, tetapi masyarakat dapat jatuh pada kondisi pandemic fatigue,” kata dr Erickson dalam dialog yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) tersebut.
Tidak hanya itu, menurut dr Erickson, stres juga dapat timbul dari reaksi beragam terhadap pandemi Covid-19 di masyarakat. Pada satu sisi, ada masyarakat yang patuh dan mencari tahu dengan seksama mengenai Covid-19 serta protokol kesehatan yang perlu diterapkan.
Namun, di sisi lain, ada masyarakat yang menolak memahami pandemi Covid-19 dan protokol kesehatan. Ketidakpercayaan akan adanya Covid-19 membuat anggota masyarakat tersebut abai dalam menerapkan protokol.
“Kondisi tersebut juga dapat berujung pada stres,” kata dr Erickson.
Untuk menjaga kesehatan mental, dr Erickson menyarankan setiap orang untuk mulai mengenali diri dan emosi yang tengah dirasakan.
Baca Juga: Catat! 5 Jenis Makanan Ini Ternyata dapat Bantu Kamu Meningkatkan Kesehatan Mental
“Dimulai dari diri sendiri sebelum kita berusaha untuk care terhadap orang lain. Kenali dulu karakter diri kita ini siapa? Apakah kita ini seorang yang pencemas, meluap-luap, atau menghindar. Kemudian, kelola stres,” katanya.
Menurut dr Erickson, mengenali diri sendiri juga penting karena setiap orang memiliki sumber stres masing-masing. Dengan memahaminya, seseorang dapat mengelola stres dengan cara yang efektif dan sesuai.
Selain itu, ia juga menyampaikan pentingnya memberi jeda dalam mengonsumsi informasi terkait Covid-19. Ia menyarankan, konsumsi informasi pada saat-saat tertentu dan jangan lupa untuk mengalokasikan waktu untuk diri sendiri.
“Selain itu tetap pertahankan sosialisasi dengan orang lain. Pembatatasan kegiatan sosial tidak berarti komunikasi terputus. Bersosialisasi tetap dapat dilakukan tanpa tatap muka langsung. Misalnya dengan memanfaatkan teknologi, yakni melalui panggilan telepon atau menggunakan aplikasi untuk berkomunikasi dengan orang lain,” katanya.
Co-Founder Menjadi Manusia Rhaka Ghanisatria, yang juga turut menjadi narasumber dalam dialog tersebut, mengamini perkataan dr Erickson. Menurutnya, berkomunikasi dan berbagi cerita dapat mengurangi beban emosi.
“Orang lain yang membaca cerita tersebut akan merasa terhubung, merasa dikuatkan karena sadar bahwa dia tidak sendirian,” ujarnya.
Oleh sebab itu, platform digital Menjadi Manusia yang ia rintis mencoba menghadirkan media untuk menyalurkan kegelisahan dengan cara berbagi cerita.
“Berbagi punya konteks yang luas. Ketika berbagi cerita, kita melepaskan beban yang kita punya dan bisa menjadi coping mechanism. Tidak ada yang tahu, ternyata cerita kita juga bisa menjadi inspirasi buat orang lain dan menyelamatkan mereka,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Rhaka juga menyampaikan upaya berbagi yang dilakukan untuk kembali menggerakkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Rhaka dan kawan-kawannya menggalang donasi bagi UMKM melalui Digital Bergerak. Ia juga tengah membuat konsep percontohan sentrarehabilitasi kesehatan mental.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Sonny Harry B Harmadi turut memberikan pendapat terkait dampak pandemi terhadap kehidupan masyarakat.
Menurutnya, pandemi memberi dampak yang luas. Tidak hanya berdampak terhadap learning loss, kondisi ekonomi, sosial masyarakat, tetapi juga kesehatan mental.
“Tadinya masyarakat dapat bersosialisasi dengan bebas. Kini, masyarakat tidak bisa melakukan hal tersebut. Kondisi itu dampaknya besar untuk kehidupan sosial masyarakat,” katanya.
Oleh sebab itu, supaya pandemi Covid-19 tidak semakin berlarut-larut, diperlukan partisipasi, kolaborasi, dan dukungan seluruh anggota masyarakat.
“Pemerintah, termasuk Satgas Covid-19 tidak bisa menyelesaikan pandemi sendirian. Masyarakat dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan ide untuk berperan serta. Kita orkestrasi dukungan dari mereka. Kami mengapresiasi anggota masyarakat yang memilih menjadi bagian dari solusi bukan masalah,” ujarnya.
Anaknya Pergoki Suami Selingkuh di Rumah Saat Ia Pergi Umroh, Selebgram Ini Akhirnya Usir Meski Belum Cerai: Temenin Tuh Pacar Lu
Penulis | : | Yussy Maulia |
Editor | : | Sheila Respati |