Laporan wartawan Grid.ID, Citra Kharisma
Grid.ID - Jaksa di Kejaksaan Tinggi Bandung, Jawa Barat, Asep N Mulyana tampak kebingungan melihat ekspresi Herry Wirawan si pemerkosa 13 santriwati saat dituntut hukuman mati.
25 tahun bertugas sebagai jaksa, Asep N Mulyana melihat jika ekspresi Herry Wirawan berbeda dari para tersangka hukuman mati lainnya.
Bagaimana tidak? Herry Wirawan hanya terdiam tanpa bergeming sedikitpun saat jaksa membacakan tuntutan.
Herry bahkan tak meneteskan satu tetes air mata saat mendengar vonis yang dibacakan atas kesalahan fatalnya.
Ini bak memperlihatkan Herry tak merasa bahwa apa yang diperbuatnya adalah hal yang benar-benar tidak berperikemanusiaan.
Asep menilai, Herry tak merasa menyesal atas perilaku kejam yang membuat belasan santriwatinya menderita.
"Saya lihat ketika kami membacakan tuntutan mati, tidak ada ekspresi sama sekali."
"Tidak ada satu tetes air mata pun yang muncul. Tidak ada rasa bersalah dari terdakwa. Seolah-olah ini suatu kebiasaan atau perbuatan yang apa adanya, yang umum dilakukan orang," ujar Asep N Mulyana dalam tayangan TV One, dikutip dari TribunnewsBogor.com, Kamis (13/1/2022).
Jaksa juga menilai bahwa Herry dalam kondisi sadar saat melakukan perbuatannya.
Herry juga menjawab dengan lugas setiap pertanyaan yang diajukan hakim dan jaksa, seakan-akan baginya ini adalah kejahatan biasa.
"Ketika kami menanyakan bagaimana fakta perbuatan, dijawab dengan lugas"
"Jadi Kami tidak melihat ada hal-hal sakit jiwa. Ada kesadaran dan kesengajaan pelaku melakukan perbuatan ini, kejahatan yang sangat serius," ungkap Asep N Mulyana.
Di sisi lain, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara mengemukakan pendapatnya yang menolak hukuman mati sebagai hukuman untuk pelaku kejahatan seksual.
Ia melihat bahwa para pelaku kejahatan seksual dapat dihukum seberat-beratnya namun tidak dengan hukuman mati.
"Saya sepakat hukuman yang berat harus diberikan kepada siapapun pelaku kejahatan seksual apalagi korbannya banyak dan anak-anak, saya sepakat."
"Tapi bukan hukuman mati," kata Beka Ulung Hapsara, dikutip dari Kompas.tv.
Tak hanya untuk kejahatan seksual, Komnas HAM menentang semua pelaku kejahatan pidana untuk mendapatkan hukuman mati.
"Pada prinsipnya Komnas HAM menentang hukuman mati untuk semua tindakan kejahatan atau semua tindakan pidana termasuk juga pidana kekerasan seksual, seperti yang dilakukan oleh Herry Wirawan," tandasnya.
Hal-hal yang mendasari penentangan ini adalah karena setiap masyarakat Indonesia berhak untuk hidup sesuai dengan prinsip hak asasi manusia yang tertuang di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 A.
Dalam pasal tersebut tertulis bahwa setiap manusia berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
"Hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apa pun."
"Honor eligible right itu sudah ada di konstitusi kita dan juga ada di berbagai instrumen hak asasi manusia yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia," jelas Beka.
(*)
Berjuang Halalin Pacar di Jepang dan Sudah Dilamar, Pria Wonogiri Berujung Ditinggal Nikah: Tak Kusangka
Source | : | Kompas TV,Tribunnews Bogor |
Penulis | : | Citra Widani |
Editor | : | Deshinta N |