Laporan Wartawan Grid.ID, Rissa Indrasty
Grid.ID - Nasib malang dialami oleh 4 orang pengamen, yaitu Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13) dan Pau (16).
Keempatnya divonis bersalah oleh hakim dan harus melanjutkan hidup mereka di dalam penjara anak Tangerang.
Hal tersebut karena keempatnya dianggap sebagai pelaku pembunuhan di Cipulir, Jakarta Selatan, pada 2013 silam.
Kejadian ini bermula ketika Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13) dan Pau (16) menemukan sesosok mayat di bawah kolong jembatan samping Kali Cipulir, Jakarta Selatan, pada 2013 silam.
Keempat orang ini lantas melaporkan penemuan mereka ke sekuriti setempat, yang kemudian langsung menghubungi pihak kepolisian.
Salah satu pelapor, Fikri Pribadi, mengatakan jika saat itu ia dan ketiga rekannya diminta menjadi saksi oleh petugas kepolisian yang datang ke lokasi penemuan mayat.
Fikri mengaku, jika ia dan ketiga rekannya tidak cuma diperiksa, namun juga disiksa oleh para oknum polisi setibanya di Polda Metro Jaya.
"Saya langsung dilakbanin, disiksa pokoknya di Polda," tutur Fikri.
"Disetrum, dilakbanin, dipukulin, sampai disuruh mengaku," tambahnya.
Berdasarkan pengakuan Fikri, penyiksaan itu berlangsung selama seminggu.
Tidak kuat menerima siksaan lagi, Fikri dan ketiga temannya akhirnya lebih memilih untuk mengaku.
Pengakuan itu membuat kasus mereka naik ke kejaksaan hingga ke meja hijau, sampai ketiganya harus menjalani hukuman 3 tahun penjara.
Kisah malang mereka akhirnya menemui titik terang ketika Mahkamah Agung menyatakan jika Fikri dan ketiga rekannya tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan Cipulir.
Keempatnya bebas pada tahun 2016 berkat putusan Mahkamah Agung Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Salah satu korban salah tangkap, Arga Putra Samosir alias Ucok, sempat mencuri perhatian publik.
Ucok menjadi perhatian setelah sang ibu, Netty Herawati Hutabarat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang praperadilan, Rabu (23/7/2019).
Dikutip Grid.ID melalui Kompas.com, Kamis (3/2/2022), wanita berusia 47 tahun itu dengan polos bercerita mengenai kisah anaknya yang tertangkap, dituduh membunuh dan dipenjarakan.
Kompas.com pun merangkum beberapa fakta persidangan ketika Netty bersaksi.
Kaget anaknya dituduh membunuh
Netty Herawati Hutabarat (47), mengaku tidak percaya anaknya Arga Putra Samosir alias Ucok jadi pembunuh.
"Dia umur 13 tahun. Saya pikir tidak mungkin seperti itu (membunuh). Dia aja digertak takut," ujar Netty saat bersaksi.
Netty mengaku menerima kabar bahwa anaknya ditangkap ketika dua petugas polisi dari Polda Metro Jaya datang ke rumahnya.
Keesokan harinya dia mendatangi Polda Metro Jaya untuk melihat keberadaan Ucok.
"Mereka bilang anak saya terlibat kasus pembunuhan. Mendengar itu aja saya pingsan duluan," ucap dia polos.
Ucok mengamen untuk bantu perekonomian
Ucok diketahui mengamen sejak 2013, yakni sejak dia berumur 13 tahun. Dia mengamen atas keinginannya sendiri untuk membantu perekonomian keluarga.
Di sela kegiatan sekolahnya, dia sempatkan diri untuk mengamen.
Ucok dalam keseharian sebagai pengamen bisa membawa Rp 50.000 sampai Rp 100.000.
Dia selalu memberikan uang tersebut kepada Netty.
Perasaan campur aduk pun dirasakan Netty setiap menerima uang hasil jerih payah Ucok.
"Pernah dikasih, kadang Rp 50 ribu, kadang Rp 100 ribu. Kadang kami senang, kadang kami malu terima uangnya karena anak kami ngamen," ucap Netty.
Karena dilarang ngamen, Ucok curi-curi waktu
Ucok sebenarnya dilarang oleh orangtuanya untuk mengamen.
Orangtuanya lebih senang jika Ucok serius di bangku sekolah.
Namun keinginan Ucok untuk mencari uang tampaknya tidak bisa terbendung. Dia nekat mencuri waktu untuk mengamen demi membantu perekonomian keluarga.
"Dia kan suka ngamen, padahal saya enggak senang anak saya ngamen karena dia sekolah kan. Dia suka diam-diam ngamen," ujar dia," ujar Netty.
Nasib Ucok setelah dipenjara
Atas kejadian ini, Ucok pun harus menghabiskan masa remajanya di lapas anak di Tanggerang.
Dia masuk ke lapas pada usia yang masih muda, yakni 13 tahun, karena dituduh membunuh Dicky Maulana di kolong jembatan Cipulir, Jakarta Selatan pada 2013 lau.
Mereka pun bebas atas putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Akibatnya, selama tiga tahun Ucok tidak bisa lagi membantu perekonomian keluarga dengan cara mengamen. Bangku pendidikan pun harus berhenti dia nikmati karena mendekam di penajara.
"Dia yang tadinya sekolah, karena dipenjara jadi putus sekolah," ujar ibunda Ucok, Netty Herawati Hutabarat.
Pekerjaan terbengkalai
Netty mengaku bahwa pekerjaannya sebagai penjual sayur terbengkalai semenjak Ucok dipenjara.
Baca Juga: Hamil 1,5 Bulan, Seorang Bumil Rela Datangi Polantas Garut Gegara Ngidam Naik Moge
"Dulu kan sebelum dia masuk (dipenjara), saya dagang sayuran. Setelah dia masuk, saya jadi enggak jelas lagi dagangnya," ujar Netty di muka sidang.
Netty mengungkapkan bahwa waktu untuk berdagang banyak tersita karena ia kerap menjenguk Ucok di tahanan, mendampinginya di proses persidangan, hingga memantau di lapas anak di Tanggerang.
Tidak sedikit dia keluarkan biaya untuk mendampingi anaknya selama menjalani proses hukum.
Terlebih dia tidak sekali mengunjungi anaknya di Lapas Tanggerang.
"Kalau saya besuk saya suka kasih dia (Ucok) duit. Belum transport saya mulai dari Polda ke Salemba terus ke Tanggerang," ucap dia.
Kini setelah bebas, Ucok beserta 4 teman lainya ingin menuntut ganti rugi kepada Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI, dan Kementerian Keuangan karena telah memenjarakan mereka selama 3 tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka buat.
Mereka beserta pengacara dari LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian tengah berjuang dalam sidang praperadilan PN Jakarta Selatan melawan tiga institusi tersebut untuk menuntut ganti rugi.
(*)
7 Tahun Nikah, Inilah Sosok Suami Fanny Ghassani yang Jarang Tersorot, Ternyata Punya Profesi Mentereng di Bali
Source | : | Kompas.com,Grid.ID |
Penulis | : | Rissa Indrasty |
Editor | : | Ayu Wulansari K |