Laporan Wartawan Grid.ID, Rizqy Rhama Zuniar
Grid.ID - Presiden Rusia Vladimir Putin mendeklarasikan perang dengan Ukraina, pada Rabu (23/2/2022).
Kabar Rusia yang umumkan perang dengan Rusia ini lantas menjadi perhatian warga dunia.
Indonesia bahkan terancam ikut terkena dampak dari perang Rusia dengan Ukraina.
Mengutip dari Kompas.com, Putin menyatakan bahwa Rusia sedang melakukan operasi militer khusus untuk mendemiliterisasi Ukraina, pada Rabu (23/2/2022).
Tak berselang lama setelah pidato Putin ditayangkan di televisi, terdengar suara ledakan di Kramatorsk, Ukraina.
Peristiwa itu terjadi tepatnya sebelum pukul 6 pagi waktu setempat.
Setelah kejadian itu, diikuti adanya laporan suara ledakan atau tembakan artileri di Kharkiv, Odessa, Mariupol, dan ibu kota Kiev.
Semuanya merupakan kota besar di Ukraina.
Imbas dari perang Rusia dengan Ukraina, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira menyebut hal itu mempengarui perekonomian di Indonesia.
Melansir dari Tribunnews.com, Bhima Yudhistira menerangkan, eskalasi konflik di Ukraina telah berdampak terhadap energi secara global, khususnya minyak.
"Sebentar lagi minyak akan mendekati level psikologis 100 USD per barel," kata Bhima yang dikutip Grid.ID dari Kompas.com, Kamis (24/2/2022).
"Karena sudah 96,8 USD per barel atau posisi per hari ini sudah meningkat 48 persen dalam 1 tahun terakhir," jelasnya.
Karena harga minyak mentah terus mengalami kenaikan, Bhima mengatakan, hal yang perlu diantisipasi adalah efek terhadap tekanan inflasi di dalam negeri.
Apalagi, Indonesia adalah negara yang mengimpor BBM dalam jumlah cukup besar.
Akibatnya, harga BBM di Indonesia akan mengalami penyesuaian.
Bhima juga mengatakan, barang yang berbasis energi lainnya, seperi tarif dasar listrik dan LPG pun juga terancam mengalami penyesuaian.
"Begitu juga basis energi lainnya seperti tarif dasar listrik, kemudian LPG, ini juga mengalami penyesuaian," kata Bhima.
Akibat hal tersebut, sektor transportasi dan komoditas pangan strategis pun akan turut terkena imbasnya.
Bhima memprediksi, dampaknya baru akan terasa kepada pelemahan konsumsi rumah tangga di kuartal I/2022 maupun semester pertama 2022.
Tak hanya itu saja, kenaikan inflasi akibat eskalasi di Ukraina akan mempercepat negara-negara maju tapering off melakukan kenaikan suku bunga acuan.
Hal tersebut bisa mempengaruhi pada capital outflow dari negara seperti Indonesia.
Bhima berujar, hal itu harus diantisipasi dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar rupiah.
Sebab, investor dalam posisi mencari aset-aset yang lebih aman dan beralih dari instrumen yang terlalu fluktuatif kepada instrumen yang memberikan rasa aman.
Contohnya, surat utang AS maupun komoditas seperti emas.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Rizqy Rhama Zuniar |
Editor | : | Nurul Nareswari |