"Saya ini dizolimi, istri saya dilecehkan. Dia terus nangis gitu, tidak menjelaskan hal lain," kata Mahfud MD, yang telah mengorek keterangan dari wakil Kompolnas yang hadir saat itu.
Tak hanya dari Kompolnas yang dipanggil Ferdy Sambo untuk bisa melihat tangisannya, namun beberapa jajaran lain disebut ikut menyaksikan.
"Setidaknya ada lima orang. Diciptakan prakondisi, agar orang percaya dengan kondisi itu (baku tembak dan pelecehan)," kata dia.
Mahfud juga telah meminta keterangan dari lima orang yang kala itu dipanggil Ferdy Sambo.
"Saya sudah cek pada semua orang yang dipanggil. Kalimatnya sama, cuma nangis mondar-mandir di meja," jelas Mahfud.
Selain itu, ada kalimat yang dilontarkan Ferdy Sambo untuk membuat orang semakin bersimpati dan percaya kepadanya.
"Kalau saya ada di situ saya tembak sendiri sampai mati lebih parah," kata Mahfud, mengutip teriakan Sambo yang dia dapat dari orang-orang yang datang menemuinya.
Sejak itu, akhirnya semakin kuat kesimpulannya bahwa yang terjadi bukan baku tembak di antara ajudan.
"Kompolnas akhirnya saya minta menarik diri dari (skenario) tembak menembak. Tidak ada tembak menembak, yang ada adalah penembakan," jelasnya.
Belakangan memang tergambar bahwa yang terjadi di rumah dinas itu bukan baku tembak seperti cerita pertama yang disampaikan oleh polisi.
Namun yang terjadi sebenarnya adalah, pembunuhan berencana dengan otak di balik semua peristiwa tidak lain dan tidak bukan merupakan Irjen Pol Ferdy Sambo.
Source | : | Kompas.com,Tribun Jambi |
Penulis | : | Novia |
Editor | : | Silmi |