Grid.ID - Mengawali tahun 2023, Bentara Budaya menghadirkan pameran tunggal karya Daniel Kho yang bertajuk oWaLAH. Pameran ini akan dibuka pada hari Kamis, 19 Januari 2023 pukul 19.00 WIB.
Pada pembukaan pameran, akan ditampilkan pula pertunjukan dari seniman-seniman Agung Gunawan (gerak), Satya Cipta (macapat), Jeslyn Lee (singing bowls), dan persembahan video dari Lili Voigt yang berjudul 'Jackson meets Tree of Life'.
Pameran ini berlangsung hari Senin - Minggu mulai tanggal 20 hingga 26 Januari 2022 pukul 10.00 - 18.00 WIB.
oWaLAH adalah kata yang umum kita dengar ketika seseorang terkejut. Kata tersebut sudah masuk dalam kamus Bahasa Indonesia, kendati belum menjadi kata baku.
Oalah dilabeli sebagai “cak” yang berarti masuk dalam ragam percakapan. Daniel Kho kerap menggunakan kata-kata nyeleneh, dan cenderung ngeledek.
Judul pameran-pamerannya kerap diambil dari kosakata Jawa, seperti mboh, dobos dan oalah. Makna di balik istilah-istilah tersebut menjadi dasar dari sikap berkarya Daniel.
Dalam pameran tunggalnya kali ini, Daniel memilih kata OwALAH, sebagai judul pamerannya. Khususnya di pulau Jawa, oWalah adalah kata yang umum kita dengar ketika seseorang terkejut.
Kata tersebut sudah masuk dalam kamus Bahasa Indonesia, kendati belum menjadi kata baku. oWALAH dilabeli sebagai “cak” yang berarti masuk dalam ragam percakapan.
Daniel Kho kerap menggunakan kata-kata nyeleneh, dan cenderung ngeledek. Judul pameran-pamerannya kerap diambil dari kosakata Jawa, seperti mboh, dobos dan oalah.
Baca Juga: Kuasa Hukum Rizky Billar Benarkan Kliennya Datangi Polda Metro Jaya untuk Jalani Pemeriksaan
Makna di balik istilah-istilah tersebut menjadi dasar dari sikap berkarya Daniel.
Daniel memang sosok yang apa adanya dan cenderung sinis melihat situasi dan perilaku manusia. Bagi Daniel, manusia adalah makhluk yang paradoksal.
Manusia adalah makhluk paling berakal, namun karenanya juga paling destruktif di dunia, baik pada sesamanya, makhluk hidup yang lain dan lingkungan.
Tahun 1977 Daniel meninggalkan Indonesia untuk menetap di Jerman, dan sempat tinggal di beberapa negara lain. Beberapa tahun terakhir ini Daniel menetap di Ubud, Bali. Namun dia juga kerap melanglang buana berkarya di Jerman, Spanyol dan Turki.
Pengalamannya tinggal lama di Barat mempengaruhi pandangannya pada benturan budaya Barat dan Timur. Daniel kritis pada kebudayaan Barat, demikian pula pada situasi kebudayaan Timur saat ini, setidaknya situasi di Indonesia.
Kekecewaan Daniel pada peradaban manusia saat ini kerap membawanya berpikir mengenai asal-usul manusia di dunia.
Apa urgensi keberadaan manusia di dunia? Apa tujuan manusia hidup di dunia? Dalam hal ini Daniel tampaknya mencoba lepas dari dogma agama berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tentu secara rasional hal tersebut bukan hal yang mudah dijawab.
Daniel juga merupakan figur yang agak dugal, eksentrik, dan menyukai petualangan. Itu sebabnya dia juga cukup tertarik dengan mitos, atau pandangan-pandangan ganjil mengenai asal-usul keberadaan manusia di dunia.
Selain itu Daniel juga tertarik dengan fiksi mengenai keberadaan mahluk angkasa luar. Salah satu fiksi legendaris yang digandrungi oleh Daniel adalah The Hitchhiker's Guide to the Galaxy (HG2G) novel karangan Douglas Adam, yang diterbitkan tahun 1979.
Baca Juga: Tanpa Sepatah Kata, Baim Wong dan Paula Verhoeven Penuhi Pemeriksaan Kasus Konten Prank KDRT
Sebelumnya HG2G adalah sandiwara radio (BBC Radio 4) bergenre comedy science fiction, yang juga merupakan kreasi Douglas Adam. Bacaan-bacaan tersebut cukup mempengaruhi gagasan berkarya Daniel.
Bisa jadi apa yang diimpikan manusia, yaitu peradaban dan teknologi yang tinggi, serta kemakmuran bersama, yaitu situasi utopis yang dicita-citakan manusia telah dicapai oleh mahluk angkasa luar sejak sebelum ada manusia di dunia.
Selain didasari gagasan “seni bahagia” kecenderungan berkarya Daniel juga dipengaruhi sikap sinisnya pada situasi medan seni rupa kontemporer. Melalui pendekatan “mengalir” dan “seni bahagia”, maka yang segera menjadi “senjata” Daniel adalah kekuatan warna. Berhadapan dengan karya-karya Daniel kita segera merasakan serbuan aneka warna di kanvasnya.
Karena manusia menurut Daniel adalah makhluk yang bermasalah, maka dia menciptakan figurnya sendiri, yaitu makhluk ethno-extraterrestrial-pop yang telah menjadi figur ikonik milik Daniel.
Hasilnya, Figur hibrida, campuran makhluk mitologi, dewa-dewi, wayang kulit, dan tokoh kartun. Melalui visualisasinya, karya Daniel sendiri tampil layaknya makhluk asing (alien) dalam peta seni rupa kontemporer Indonesia.
Sebebas apapun Daniel berkarya, tentu saja dipengaruhi oleh bekal perjalanan hidup dan berkeseniannya. Ungkapan "owalah" akhirnya juga bisa dianggap sebagai ajakan untuk semakin menerima kejutan-kejutan dari dalam atau luar lingkungan itu secara lebih santai. Jangan mudah kaget. Jangan-jangan sesuatu yang dianggap baru itu malah merupakan sejarah kita sendiri yang terlupakan.
Bagi Daniel berkarya adalah caranya untuk tetap bahagia dan waras dalam dunia manusia yang carut-marut. Berkarya adalah katarsis baginya.
Pameran Daniel Kho di BBJ ini adalah salah satu chapter dalam perjalanan Daniel “membagi” kebahagiaan pada pemirsa. Namun karya-karya Daniel tidak hanya ingin membagi kebahagiaan, justru pada intinya karya-karya tersebut juga ingin mengajak pemirsa merenung, mengapa sesama manusia tidak ingin saling membahagiakan, saling berbagi kasih, sesuatu yang sesungguhnya mudah dilakukan.
(*)
Penulis | : | Winda Lola Pramuditta |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |