Laporan Wartawan Grid.ID, Menda Clara Florencia
Grid.ID - Penulis Eka Kurniawan dan sutradara Wregas Bhanuteja terlibat sebuah diskusi menarik yang bertajuk Buku dan Film: Berimajinasi untuk Merajut Rasa dan Makna di Bentara Budaya Jakarta (BBJ).
Diskusi ini membedah bagaimana buku dialihwahanakan menjadi sebuah film.
Wregas Bhanuteja pernah menyutradarai film pendek dari buku Eka Kurniawan yang berjudul Tak Ada yang Gila di Kota Ini.
Untuk membuat film dari buku seorang Eka Kurniawan, Wregas Bhanuteja melihat terlebih dahulu siapa target pasar film tersebut.
Maksudnya, apakah penonton adalah pencinta dari buku tersebut, atau menjadikan tribute karena novel tersebut berhasil menyentuh kehidupan.
“Goal dari film ini dibuat untuk siapa dan apa rasa akhir yang ingin tercipta, kalau rasa akhir aku mencintai sekali novel ini, ingin novel ini berwujud dalam audio visual, sehingga apa yang dibayangkan pembaca selama ini terlihat di layar, tak akan kuubah sedikit pun,” kata Wregas Bhanuteja di BBJ, Jumat (17/3/2023).
Membahas teknik yang Wregas lakukan saat mengalihwahanakan dari novel Tak Ada yang Gila di Kota Ini, dia menyerap dari inti sari novel tersebut dan juga melakukan diskusi dengan penulis aslinya.
“Mas Eka juga menceritakan pengalaman masa kecilnya, itu saya serap semua,” lanjutnya.
“Dari semua saya sampaikan ke Mas Eka dari seluruh elemen ini feeling dan pengalaman, dan tulisan itu saya combine dengan interpretasi saya bagaimana,” tuturnya.
“Terus mas Eka ya sudah enggak apa, setelah saya tulis saya berikan ke mas Eka memberikan pendapatnya,” jelas Wregas.
Wregas juga tidak menutup kemungkinan melibatkan penulis hingga tahap editing.
Hal itu juga biasa dia lakukan ketika mengalihwahanakan novel ke bentuk audio visual.
Sebagai penulis asli, Eka Kurniawan berharap ketika tulisannya dituang ke dalam format audio visual, itu tidak terlalu melenceng jauh.
“Tentu saja saya membayangkan novel atau cerpen dibuat film, ceritanya jadi jauh banget, misal cerita ABCDEF jadi XYZ gitu kan,” ucap Eka Kurniawan.
Namun di sisi lain, dia juga memahami indikator melenceng itu terlalu luas.
“Pada saat yang sama, sulit juga untuk mengatakan kamu jangan melenceng jauh, apa ukurannya, susah juga,” lanjut Eka Kurniawan.
Tapi, sebelum dia mengiyakan novelnya dialihwahanakan, Eka Kurniawan harus mengetahui dahulu siapa sutradaranya.
“Ini pribadi sih, enggak tahu penulis lain bagaimana bekerja sama dengan film maker. Kalau buat saya, yang paling pertama siapa sutradaranya, buat saya itu penting,” tutur Eka Kurniawan.
Sebab, menurut Eka kepercayaan itu sangat penting.
Di sisi lain, Eka Kurniawan melihat portofolio sutradara, sehingga dia bisa sedikit membayangkan akan jadi apa novelnya di tangan sutradara.
“Paling penting adalah kepercayaan, saya lihat portofolionya seperti apa, kira-kira sedikit spekulasi, nanti dia bikinnya seperti apa, agak kebayang sedikit,” tandasnya.
Baca Juga: Namanya Sempat Redup Selama 4 Tahun, Calvin Jeremy Akui Sempat Alami Depresi Karena Hal Ini!
(*)
Penulis | : | Menda Clara Florencia |
Editor | : | Ayu Wulansari K |