Grid.ID - Penyakit Parkinson adalah gangguan neurologis yang umum terjadi pada populasi usia lanjut, dengan keluhan utama seperti gerakan melambat, gemetar (tremor), dan kekakuan pada sendi (rigiditas).
Gejala-gejala ini dapat makin memberat seiring dengan pertambahan usia.
Operasi DBS atau Deep Brain Stimulation adalah salah satu prosedur yang dapat membantu memperbaiki gejala Parkinson dan meningkatkan kualitas hidup penyandang Parkinson.
3 (tiga) dokter dari Grup RS Siloam yaitu dr. Frandy Susatia, Sp.S, RVT, Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS, dan Dr. dr. Rocksy Fransisca V. Situmeang, Sp.N berbicara mengenai hal ini.
Deep Brain Stimulation pada Pasien Parkinson
Dokter spesialis saraf RS Siloam Kebon Jeruk dr. Frandy Susatia, Sp.S, RVT dalam kesempatan wawancaranya menyebutkan operasi Deep Brain Stimulation (DBS) atau pemasangan stimulasi saraf di dalam otak merupakan sebuah prosedur medis yang digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi neurologis seperti penyakit Parkinson.
Prosedur ini melibatkan pemasangan elektroda tipis pada bagian tertentu dari otak, yang kemudian memberikan impuls listrik untuk meningkatkan fungsi motorik atau menghambat aktivitas yang berlebihan pada saraf.
“Elektroda ini terhubung ke generator yang ditanam di bawah kulit di dada. Generator ini mengirimkan sinyal listrik ke otak yang membantu mengurangi gejala Parkinson. Metode DBS adalah salah satu dari beberapa pengobatan yang tersedia untuk Parkinson dan telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala”, ujar dr. Frandy.
Baca Juga: 3 Shio Paling Berjiwa Sosial, Cocok Kerja di LSM dan Jadi Pahlawan Sejuta Umat
Bagaimana DBS Memengaruhi Otak pada Pasien Parkinson
dr. Frandy yang merupakan lulusan pendidikan dokter spesialis saraf di University of Santo Tomas Hospital, Manila, Filipina menyebutkan elektroda DBS memancarkan impuls listrik yang bertujuan untuk mengatasi gejala Parkinson.
Elektroda DBS bekerja dengan memberikan stimulus ke daerah otak tertentu yang terlibat dalam mengatur gerakan tubuh.
Sinyal ini membantu mengurangi tremor, kekakuan, dan kesulitan bergerak yang terkait dengan Parkinson.
DBS juga dapat membantu mengurangi efek samping dari obat Parkinson yang digunakan untuk mengontrol gejala.
Keuntungan dari DBS pada Pasien Parkinson
Selanjutnya, dr. Frandy turut menjelaskan bahwa terdapat beberapa keuntungan dari DBS pada pasien Parkinson, antara lain:
1. Menurunkan intensitas gejala
Salah satu keuntungan dari prosedur DBS pada pasien penyakit Parkinson adalah kemampuannya untuk menurunkan intensitas gejala.
Beberapa tanda penyakit seperti tremor, kaku, gerakan lambat, dan ketidakmampuan untuk bergerak dapat dikurangi dengan DBS.
2. Mengurangi dosis obat
DBS dapat mengurangi dosis obat yang biasanya dikonsumsi untuk mengobati penyakit Parkinson.
Dosis obat yang dikonsumsi menjadi lebih sedikit sehingga dapat meminimalkan efek samping dari obat.
Hal ini juga membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.
3. Prosedur yang aman
Pemasangan DBS tidak memengaruhi kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.
Baca Juga: Lirik SEVEN, Lagu Baru Jungkook BTS feat Latto, Hafalin yuk ARMY!
Area otak yang distimulus terbatas pada lokasi tertentu yang memengaruhi gerakan, sehingga tidak memengaruhi fungsi otak lainnya.
Oleh karena itu, pasien dapat menjalani kegiatan sehari-hari dalam kondisi yang sama seperti sebelumnya.
4. Efektif dalam jangka waktu lama
Terapi DBS dapat terus efektif selama bertahun-tahun.
Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan rutin pada pasien untuk memastikan stimulasi pada DBS tetap berjalan sesuai dengan program yang telah ditetapkan.
5. Prosedur yang dapat diatur dengan mudah
Terapi DBS dapat dengan mudah diatur sesuai dengan kebutuhan pasien.
Ketika suatu program dimulai, pasien dapat memantau hasilnya dan berbicara dengan dokter tentang tingkat stimulasi yang diperlukan.
Pasien dapat memulai terapi dengan tingkat stimulasi yang lebih rendah dan meningkatkan dosis seiring berjalannya waktu.
“Melihat dari beberapa keuntungan di atas, DBS dapat menawarkan pengobatan yang aman dan efektif untuk gejala Parkinson. Namun, setiap pasien memiliki kondisi yang unik, oleh karena itu, sangat ditekankan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai terapi DBS,” lanjut dr. Frandy.
Baca Juga: Ada yang Janggal Saat Memasuki Al Zaytun, Lucky Hakim Langsung Todong Pertanyaan ke Panji Gumilang
Pemilihan Pasien yang Tepat untuk DBS pada Pasien Parkinson
Perlu diingat, setiap pasien memiliki kondisi yang unik, kondisi tersebut memengaruhi keputusan seorang pasien untuk melakukan operasi DBS.
Oleh karena itu, diperlukan evaluasi yang teliti oleh dokter spesialis saraf untuk memastikan pasien tersebut memenuhi syarat.
Berikut adalah beberapa kriteria pasien yang cocok untuk dilakukan operasi DBS pada pasien Parkinson:
1. Penegakan diagnosis penyakit Parkinson
Pasien harus memiliki diagnosis Parkinson yang ditegakkan dengan jelas.
Tipe Parkinson yang lebih berat seperti Parkinson refraktori dapat menjadi indikasi untuk menjalani terapi DBS.
2. Telah maksimal dalam menggunakan obat
Pasien harus sudah mencoba dan memaksimalkan obat-obatan Parkinson yang tersedia dan tidak memberikan pengobatan yang memadai dalam mengontrol gejala, sehingga opsi bedah menjadi pertimbangan.
3. Tidak adanya efek samping yang signifikan dari obat
Pasien harus mampu mentoleransi efek samping dari obat obatan yang diberikan. Jika pasien tidak dapat mentoleransi efek samping terkait dengan obat-obat ini, maka opsi bedah bisa dianggap sebagai alternatif.
Baca Juga: Diduga Lakukan Penipuan Rp 5 Miliar, Mario Teguh Sempat Disomasi 3 Kali
4. Kondisi medis lain yang stabil
Pasien harus dalam kondisi kesehatan yang cukup baik dan tidak memiliki penyakit medis lain yang bertentangan dengan operasi DBS.
Pada pasien yang menderita penyakit medis lain seperti epilepsi yang tidak terkontrol atau terapi kanker sistemik, sebaiknya menunda operasi DBS ini.
5. Usia pasien
Umur pasien yang direkomendasikan tidak lebih dari 75 tahun, namun demikian tetap diperlukan diskusi antara pasien, dokter, dan keluarga.
6. Kualitas hidup pasien
Pasien harus memiliki keinginan untuk memperbaiki kualitas hidup dan memperbaiki cara hidup sehat.
Pasien harus mengerti bahwa operasi DBS Parkinson bukanlah obat ajaib yang akan menghilangkan penyakit, tetapi metode pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Keputusan pilihan untuk menjalani operasi DBS harus didasarkan pada evaluasi yang cermat dan diskusi antara pasien, dokter spesialis saraf, dan keluarga.
Proses Pemasangan Elektroda DBS pada Pasien Parkinson
Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS, dokter spesialis bedah saraf yang berpraktik di RS Siloam Lippo Village Karawaci, RS Siloam Kebon Jeruk, dan RS Siloam MRCCC Semanggi secara singkat memberikan penjelasan terkait proses pemasangan elektroda DBS pada pasien.
Langkah pertama dalam pemasangan elektroda DBS adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI, yaitu sebuah prosedur pemindaian tubuh yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan gambaran detail dari otak.
Hal tersebut membantu dokter untuk menentukan area yang akan diberikan stimulasi.
Prosedur berikutnya adalah memasang frame penyangga kepala.
Frame ini akan membantu mengamankan kepala pasien agar dapat dilakukan pemetaan otak yang lebih tepat.
Setelah frame dipasang, dokter akan melakukan pemetaan otak. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknologi yang disebut dengan trajectories yang digunakan untuk menentukan rute yang tepat agar dapat memasukkan elektroda ke otak sehingga dapat melakukan stimulasi.
Dokter akan memasukkan elektroda DBS ke otak melalui lubang kecil pada tengkorak.
Baca Juga: Mengintip Presidential Suite, Tipe Kamar Kalangan 'Sultan' di Resorts World Awana Malaysia
Elektroda kemudian dipasang melalui sebuah tabung khusus yang memungkinkan dokter untuk memasang elektroda tersebut dengan tepat dan terkendali.
Selanjutnya setelah elektroda dipasang, dokter akan mengaktifkan stimulator.
Stimulator ini berperan untuk mengirimkan sinyal elektrik yang melalui elektroda ke otak dan memengaruhi sistem saraf yang mengendalikan gerakan.
Dokter akan menentukan frekuensi optimal dan arus listrik yang diperlukan untuk mengendalikan gejala Parkinson.
Ketika prosedur selesai, pasien akan dimasukkan ke ruang pemulihan untuk dipantau oleh dokter dan tim medis.
Pasien akan menjalani beberapa sesi pemrograman dan disarankan untuk melakukan beberapa aktivitas fisik saat tangan dan kaki distimulasi oleh DBS.
Selama beberapa hari setelah operasi, pasien akan tetap dalam pengawasan tim medis.
Hal ini dilakukan untuk memantau kemajuan pasien serta memeriksa adanya komplikasi yang mungkin muncul.
Selain itu, pasien diharuskan untuk menjalani sesi pemrograman ulang ketika dibutuhkan.
Metode DBS bisa dibilang merupakan metode yang memerlukan keterampilan khusus, tidak semua dokter spesialis bedah saraf boleh atau mampu melakukan operasi DBS tersebut.
Seorang dokter spesialis bedah saraf harus memiliki sertifikasi dan untuk mendapatkannya, mereka harus menjalani pelatihan selama berbulan-bulan di lembaga sertifikasi yang letaknya saat ini masih dilakukan di luar Indonesia.
Perlu diketahui juga, berdasarkan data dan penanganan pasien Parkinson di Grup RS Siloam, tingkat keberhasilan dari prosedur DBS ini adalah sebesar 70% sampai 80%.
“Tidak semua rumah sakit dapat melakukan tindakan operasi DBS, Grup RS Siloam merupakan salah satu grup rumah sakit yang secara fasilitas dan kompetensi tenaga medisnya mampu untuk melakukan DBS. Namun demikian, saat ini banyak rumah sakit yang mulai melirik treatment DBS karena besarnya tingkat keberhasilan dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup pasien pascaoperasi dilakukan,” ujar dokter yang juga meraih Certified Surgeon, Fluorescence Brain Tumor Surgery dari Klinik fur Neurochirurgie, Universitatsklinikum, Freiburg, Jerman.
Baca Juga: Lagu Baru Rizky Febian, Simak Lirik Berona yang Gambarkan Indahnya Kasmaran
Treatment Pascaoperasi DBS pada Pasien Parkinson
Setelah pemasangan elektroda DBS, menurut Dr. dr. Rocksy Fransisca V. Situmeang, Sp.N, dokter spesialis saraf RS Siloam Lippo Village Karawaci, pasien tidak memerlukan pengobatan yang khusus.
Umumnya, pasien melaporkan kondisi yang lebih baik pascaoperasi dan dapat mulai beraktivitas seperti biasa.
“Saat pascaoperasi, alat DBS masih dalam kondisi tidak aktif. Alat baru dinyalakan setelah1-2 minggu pascaoperasi menunggu pemulihan luka pascaoperasi. Selama masa pemulihan, pasien akan melakukan pemeriksaan medis secara teratur agar kondisinya terus termonitor dengan baik,” ujar dr. Rocksy.
“Agar stimulasi dapat berfungsi dengan baik, voltage (voltase) dari elektroda tersebut harus diatur secara tepat. Setiap pasien mungkin memiliki pengaturan stimulasi DBS yang berbeda-beda, tergantung pada respons terhadap stimulasi, keparahan gejala Parkinson, dan seiring bertambahnya usia dari pasien tersebut,” lanjut dr. Rocksy.
Dalam pemrograman DBS yang dilakukan, ketika pasien merasa sudah nyaman dan pergerakan tubuhnya membaik, setting sederhana tersebut mampu bertahan hingga berbulan-bulan bahkan sampai 1 tahun lebih sehingga pasien tidak perlu melakukan kontrol rutin untuk melakukan setting ulang terhadap DBS tersebut.
Pasien yang Tidak Dianjurkan Melakukan Pemasangan DBS Parkinson
Pada akhir kesempatan wawancara yang dilakukan, dr. Rocksy menjelaskan secara singkat mengenai pasien yang tidak dianjurkan untuk dilakukan pemasangan DBS.
Menurutnya, pasien tersebut tidak akan menerima efek yang diharapkan mengingat beberapa hal sebagai berikut:
1. Demensia derajat sedang-berat
Pasien dengan demensia sedang-berat dianjurkan untuk tidak menjalani operasi DBS karena dikhawatirkan tidak cocok dan mudah mengalami komplikasi sehingga efektivitas pengobatan itu sendiri menjadi terganggu.
2. Depresi sedang-berat
Pasien dengan depresi sedang-berat juga tidak dianjurkan untuk menjalani operasi DBS karena hasilnya tidak optimal.
Tindakan fisioterapi dan terapi musik akan lebih membantu pasien Parkinson dengan kondisi tersebut.
3. Pasien Parkinson yang tidak merespon terhadap obat-obatan
Beberapa pasien memang tidak merespons baik terhadap obat-obatan untuk Parkinson.
Dalam kasus ini, dokter akan mencoba mengombinasikan obat atau memberikan terapi alternatif untuk mengelola gejala tersebut.
Baca Juga: Lulu Tobing Bongkar Rahasia Awet Muda di Usia 45 Tahun, Akui Rutin Lakukan Hal Ini
Penting untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis saraf dan mendapatkan evaluasi menyeluruh sebelum memutuskan apakah DBS cocok untuk pasien tertentu.
Ada alternatif pengobatan yang tersedia untuk gejala Parkinson dan dokter akan membantu memilih pengobatan yang paling tepat berdasarkan kondisi dan faktor risiko pasien.
DBS merupakan terobosan pada bidang pengobatan Parkinson sekaligus teknologi canggih yang dapat mengobati efek samping dan kekurangan fungsi obat-obatan serta memastikan pasien Parkinson mengalami peningkatan kualitas hidup.
Meskipun ada risiko dan efek samping tertentu yang terkait dengan DBS, risiko tersebut minimal dibandingkan dengan pengobatan lain.
Selain itu, kontrol rutin juga perlu dilakukan setelah operasi untuk memastikan kelangsungan dari pengobatan.
Walaupun komplikasi yang terkait dengan chip DBS mungkin terjadi, teknologi yang lebih canggih dapat membantu meminimalkan risiko tersebut serta memastikan kelangsungan dari pengobatan.
(*)
Terlahir Jadi Anak Ahmad Dhani dan Maia Estianty, Dul Jaelani Ungkap Responnya Selalu Dibanding-bandingkan: Bisa Bahaya...
Penulis | : | Dianita Anggraeni |
Editor | : | Dianita Anggraeni |