Yaya Ihya Ulumuddin, Peneliti Ahli Madya Bidang Ekologi Mangrove di Pusat Penelitian Oseanografi BRIN, menjelaskan bahwa ekosistem pesisir "tidak hanya terumbu karang, ada lamun dan mangrove juga sebenarnya."
Banyak spesies mangrove di Indonesia yang belum teridentifikasi dan terdata. "Mungkin yang di Jawa sudah terdata semua, tapi bagaimana dengan yang di Papua?" tanya Yaya retoris.
"Di Merauke, saya pernah menemukan satu jenis mangrove yang belum pernah saya lihat di mana pun," tutur Yaya.
Yaya mengatakan, berdasarkan data historis, banyak ekosistem mangrove di Indonesia yang rusak bahkan tegusur akibat aktivtas manusia. Mulai dari pembukaan lahan untuk permukiman, pertambangan, hingga kemudian perkebunan sawit. Jadi, mangrove dan ekosistem pesisirnya ini sangat terpengaruh oleh pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas mereka.
"Terakhir, luas mangrove kita itu sekitar 3,3 juta hektare," kata Yaya. Keberadaan vegetasi mangrove ini perlu kita lindungi karena ekosistem mangrove memberikan jasa yang besar bagi kehidupan manusia. Mulai dari mencegah abrasi, mencegah bencana alam seperti banjir rob, tempat satwa laut hidup dan berkembang biak, hingga menyerap karbon di udara.
Selain itu, mangrove juga bisa dimanfaatkan untuk ekowisata dan dijadikan arang. "Arang mangrove itu adalah salah satu arang yang paling baik di dunia," ucap Yaya. "Aang mangrove itu sangat panas, tahan lama, dan wanginya juga enak."
"Ada praktik pemanfaatan arang mangrove yang sustain (berkelanjutan) di Malaysia. Itu nama tempatnya Matang Forest. Mereka mengelola mangrove itu sangat baik dengan tujuan untuk menghasilkan arang," jelas Yaya.
Berbagai wilayah pesisir di Indonesia tentu punya potensi sekaligus tantangannya tersendiri. Hal inilah yang perlu dilihat dan dianalisis lewat program Sisir Pesisir untuk meningkatkan kelestarian alamnya serta menyejahterakan penduduk pesisirnya.
Untuk mencapai tujuan ini, Didi Kaspi Kasim menegaskan pentingnya kolaborasi. "Harus berkolaborasi. Enggak bisa bekerja dari sudut pandang media saja, karena kita tidak punya kapabilitasnya dan jangkauan kami terlalu kecil kalau bekerja sendiri."
Agung Ramos, Manager Divers Clean Action, mengatakan komunitasnya siap terlibat dalam program Sisir Pesisir ini. Agung bilang Divers Clean Action juga punya platform citizen science yang bergerak di bidang pengumpulan sampah laut. "Semua orang bisa akses, semua orang mengambil data di situ, dan semua orang bisa memasukkan data."
Menurut Agung, "Citizen science untuk Indonesia yang berbentuk kepulauan dan sangat luas itu sangat oke. Cukup mempercepat dalam pengambilan data."
Divers Clean Action juga punya jaringan pemuda dari seluruh provinsi Indonesia yang merupakan alumni dari program lokakarya yang pernah mereka selenggarakan.
"Jadi, kalau misalnya kita punya program (Sisir Pesisir) yang ke depannya mau di beberapa wilayah, nanti kami mungkin bisa bantu. Ada alumni program kami, jadi nanti kita bisa ajak bareng kolaborasi untuk pengambilan data," tutur Agung.
Dalam acara Sisir Pesisir ini, hadir pula perwakilan dari komunitas Sea Sodier, Beach Clean Up, Fisheries Diving Club, serta Stand Up Paddle Indonesia. Mereka semua menyambut baik ide ini dan siap berkolaborasi dalam program Sisir Pesisir yang sedang digagas oleh National Geographic Indonesia ini.
(*)
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |