Grid.ID - Kelompok usia anak dan remaja menjadi fokus yang harus diperhatikan dalam penanganan isu kesehatan jiwa.
Selain kelompok usia itu, usia rentan terdampak masalah kesehatan jiwa adalah ibu dan bayi pada 1000 hari pertama kehidupan serta para pekerja usia
produktif.
Niat bunuh diri di kalangan anak muda sudah masuk ke kategori clinically important.
Kategori itu mengarah pada angka toleransi seriously considered suicide.
Indikasi ini diinterpretasikan perlunya intervensi penanganan masalah kesehatan jiwa lebih dari business as usual.
Demikian yang dikatakan Dekan Fisip UI, Semiarto Aji Purwanto ketika menyampaikan materi dalam diskusi ‘Saatnya Bicara Kesehatan Jiwa’ dalam rangka deklarasi Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa.
Diskusi dan deklarasi itu dilakukan di Jakarta, Selasa (14/11) di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan 11, Jakarta Pusat.
Deklarasi Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa dihadiri Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi.
Pendirian Kaukus Masyarakat
Peduli Kesehatan Jiwa didasari urgensi masalah kesehatan jiwa yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Dalam deklarasinya disebutkan, Kaukus ini merupakan gerakan bersama berbasis komunitas yang akan melakukan kegiatan riset, edukasi, advokasi, aksi pencegahan dan mitigasi karena tidak ada kesehatan fisik tanpa kesehatan jiwa.
Para inisiatornya terdiri dari sejumlah tokoh, yakni Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Prof. Dr. FX Mudji Sutrisno, SJ., Prof. Dr. Drs. Semiarto Aji Purwanto, M.Si., Dr. Adriana Elisabeth, Dr. Ray W. Basrowi, Maria Ekowati, dan Kristin Samah.
Baca Juga: Judul Skripsi Enuh Nugraha, Lulusan ITB yang Jadi ODGJ, Kota ini Jadi Lokasi Penelitiannya
Sebelum mendeklarasikan Kaukus, mereka melakukan studi dan survei terlebih dahulu.
Tak main-main, survei eksploratif dilakukan pada sejumlah responden yang terdiri dari para akademisi, psikolog, dokter spesialis, praktisi kesehatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil, sosioantropolog/budayawan, media, dan kalangan swasta.
Hasilnya, sebanyak 82% responden menyatakan bahwa isu kesehatan jiwa sangat penting dan 12% menyatakan penting.
Studi juga menemukan 5 urgensi dan 3 esensi kesehatan jiwa di Indonesia.
Dilihat dari dimensi prioritas isu kesehatan jiwa, terdapat 27 dimensi dengan 5 value preposition kesehatan jiwa di Indonesia.
Adapun lima urgensi isu kesehatan jiwa di Indonesia dapat dipaparkan sebagai berikut.
Pertama, kesehatan jiwa berdampak multisektor karena merupakan bagian dari kondisi kesehatan yang komprehensif.
Sehat tidaknya jiwa seseorang akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan menentukan kualitas hidup serta pencapaian generasi selanjutnya.
Tingkat urgensi kedua menunjukkan lapisan paling serius menyasar pada anak, remaja, dan usia produktif (dewasa yang bekerja).
Peningkatan kasus kejiwaan terjadi di berbagai tahap/siklus hidup.
Peningkatan besaran masalah kesehatan jiwa terjadi pada usia remaja dan produktif.
"Urgensi ketiga adalah minimnya edukasi dan distribusi informasi yang tidak tepat," kata Ray lagi.
Sementara dua urgensi lainnya, isu kesehatan jiwa menjadi prioritas masalah di dunia tetapi belum menjadi prioritas di Indonesia. Dan yang terakhir, penyebab masalah kesehatan jiwa di Indonesia berkaitan erat dengan persoalan ekonomi, sosial, dan budaya.
Tiga esensi kunci yang menjadi faktor pendorong tingkatnya urgensi masalah kesehatan jiwa
adalah:
Baca Juga: Ogah Sama Bocil, Raffi Ahmad Tantang Ariel Noah Adu Tinju di Atas Ring, Netizen Beri Komentar!
1. Adanya stigma yang luas dan masif terhadap penderita gangguan kesehatan jiwa.
2. Lingkungan spesifik terutama pada tingkat keluarga, sekolah, dan tempat kerja yang sebagian besar tidak ramah kesehatan jiwa.
3. Fenomena self-diagnostic terutama terjadi di kalangan, remaja, anak sekolah, dan pekerja.
Yang menarik, dari sekian banyak matriks isu prioritas dan esensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia, terselip beberapa komponen, seperti penggunaan gawai tak terkontrol pada anak dan remaja, beban generasi sandwich, pencarian jati diri, pengaruh media sosial, serta problem emosi, perilaku dan kekerasan berbasis keluarga.
Temuan kelompok faktorial ini secara langsung mengoneksikan benturan nilai antargenerasi, yang terintegrasi dengan teknologi digital dan sosial media, terhadap isu prioritas kesehatan jiwa anak muda Indonesia.
(*)
Kimberly Ryder Klarifikasi soal Lemari Plastik yang Jadi Omongan Netizen, Ada Sejarah Miris di Baliknya
Penulis | : | Dianita Anggraeni |
Editor | : | Dianita Anggraeni |