Kejadian pada Riris ini sangat menyadarkan kita bahwa kerja perawatan bukanlah pekerjaan yang mudah.
Karenanya, dibutuhkan rekognisi bahwa pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang bernilai, produktif, dan membutuhkan skill tinggi.
Adanya eksperimen sosial perawatan terhadap lima perempuan sebagai partisipan pun menjadi salah satu cara yang ditempuh ILO.
Dalam eksperimen ini, kelima partisipan diminta untuk mencatatkan kerja-kerja perawatan dan pengasuhan yang mereka lakukan di rumah tangga mereka selama seminggu.
Kerja perawatan ini termasuk mengurus anak, orangtua lansia, serta kerja domestik lainnya.
Temuan dari eksperimen sosial ini sebanyak 4 dari 5 partisipan memiliki jam kerja perawatan di atas 40 jam per minggu.
Jika divaluasi, kerja-kerja yang dilakukan oleh kelima partisipan ini setara dengan 64 hingga 258 persen dari gaji mereka saat ini atau gaji mereka terakhir kali ketika bekerja.
Menurut Early D. Nuriana, Koordinator Program ILO untuk Pekerjaan Perawatan, dalam menyelesaikan isu perawatan yang kompleks, satu solusi saja tidak cukup.
Dibutuhkan koordinasi dan kerja sama berbagai pihak dalam menciptakan solusi yang bisa menyejahterakan semua.
Nah, data-data tersebut merupakan salah satu langkah awal yang penting dalam mengupayakan rekognisi.
Dengan demikian, persepsi masyarakat terhadap kerja perawatan bisa berubah dan menganggap pekerjaan ini sangat bernilai.
“Kita harus bertahap, kenapa dari angka dan hubungan dengan jam kerja dan gaji, paling tidak ada kesadaran dulu. Walaupun nggak mudah. Tapi kita harus mulai dari situ, itu yang membuat kita bisa mulai menghargai bahwa ini pekerjaan produktif, bernilai, butuh jam kerja, dan memiliki nilai ekonomi,” pungkas Early.
(*)
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Penulis | : | Ragillita Desyaningrum |
Editor | : | Nesiana |