Grid.ID - Oknum pejabat ketahuan korupsi hingga simpan emas seberat 13 ton di rumahnya.
Berita penemuan emas 13 ton di rumah oknum pejabat tersebut pun langsung viral hingga jadi sorotan media asing.
Terungkap cara oknum yang menjabat sebagai Wali Kota itu menyimpan harta hasil korupsinya di rumah.
Namun bangkai akan tercium baunya, aksi korup oknum Wali Kota itu akhirnya dicurigai polisi.
Sampai akhirnya polisi berhasil menggeledah rumah pelaku dan menemukan ruang bawah tanah berisi harta karun.
Melansir Daily Mirror Rabu (2/10/2019), penemuan harta fantastis itu terjadi saat rumah Wali Kota Danzhou, Zhang Qi digeledah polisi.
Gara-gara penemuan tersebut, pejabat korup itu sampai dinobatkan menjadi pria terkaya China.
Diwartakan New York Post, dalam penyelidikan korupsi, polisi menggeledah rubanah (ruang bawah tanah) Zhang, dan menemukan 13 ton emas batangan.
Emas batangan itu ditemukan di sebuah gudang rahasia.
Baca Juga: Heboh Artis A Disebut Terlibat Kasus Korupsi Timah Suami Sandra Dewi, Netizen Seret Nama Ayu Dewi
Selain emas, ditemukan juga uang sebanyak 30 miliar poundsterling, atau Rp 523,6 triliun.
Setelah kejahatannya terbongkar, Zhang diberitakan langsung dipecat dari jabatannya sebagai sekretaris Partai Komunis di Haikou, Provinsi Hainan.
Gambar dan video yang beredar memperlihatkan polisi tengah menghitung emas yang ditemukan di rumah Zhang menjadi viral di media sosial.
Zhang menjadi incaran oleh badan pemberantasan korupsi China sebagai bagian dari pemberantasan rasuah oleh Presiden Xi Jinping sejak 2013.
Xi sebelumnya mengatakan lebih dari satu juta pejabat dan lusinan mantan birokrat sudah menghuni terali besi sebagai akibat dari programnya.
Dia menegaskan bahwa upaya pemberantasan rasuah tidak akan pernah berakhir karena sudah menjadi "ancaman akar rumput" di tubuh partai.
China menduduki peringkat 87 dalam Indeks Persepsi Transparansi Korupsi Internasional berdasarkan data per 2018.
Transparansi Internasional menuturkan, mereka masih menyoroti cara China dalam menangani pemberantasan korupsi, terutama di dalam Partai Komunis.
"Terdapat kekurangan dalam independensi peradilan, kejelasan apa itu korupsi, dan transparansi dalam proses penuntutan pelanggaran," ujar Transparansi Internasional.
Kasus Korupsi Rp271 Triliun di Indonesia
Sementara itu di Indonesia juga tengah heboh dengan kasus korupsi Rp271 M yang menyeret nama Harvey Moeis, suami Sandra Dewi.
Kasus itu belakangan menjadi sorotan setelah Kejagung menetapkan Harvey Moeis dan Helena Lim menjadi tersangka.
Perkiraan kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk., mencapai nominal fantastis, yakni Rp 271,06 triliun.
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo pernah menyatakan, besaran nominal kasus korupsi timah ilegal itu hanya kerugian dari sisi kerusakan lingkungan atau kerugian perekonomian negara, belum termasuk kerugian keuangan negara.
”Total kerugian kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 271.069.688.018.700,” kata Bambang, dilansir dari Kompas.id (20/2/2024).
Angka itu diperoleh dari penghitungan kerugian lingkungan akibat penambangan timah ilegal selama 2015-2022.
Sedangkan Harvey dijerat pasal karena turut mengakomodasi penambangan timah ilegal.
Dia dan para tersangka lain diduga terlibat korupsi melakukan perjanjian kerja sama fiktif dengan PT Timah.
Perjanjian tersebut digunakan sebagai landasan oleh para tersangka untuk membuat perusahaan boneka agar dapat mengambil biji timah di kawasan Bangka Belitung.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menjelaskan, Harvey diduga kongkalikong dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), untuk mencari keuntungan dalam kasus korupsi komoditas timah.
HM pernah menghubungi Mochtar pada 2018-2019 dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Harvey dan Mochtar juga pernah mengadakan pertemuan beberapa kali.
Keduanya bersepakat agar kegiatan penambangan ilegal di Bangka Belitung ditutupi.
Caranya dengan menyewa peralatan processing peleburan timah.
Havey kemudian menjalin komunikasi dengan beberapa perusahaan smelter untuk mengakomodasi hal itu.
"Akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut akhirnya dicover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ujar Kuntadi.
Kuntadi menambahkan, Harvey juga meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan untuk diserahkan sebagai dana corporate social responsibility (CSR).
Sedangkan Helena yang menjabat manajer PT QSE diduga membantu mengelola hasil penambangan ilegal timah itu.
Caranya, kata Kuntadi, melalui kerja sama penyewaan peralatan pemrosesan peleburan timah.
Helena diduga memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE guna kepentingan dan keuntungan dirinya, termasuk para tersangka.
(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ulfa Lutfia Hidayati |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |