Grid.ID - Belakangan gempa Megathrust Selat Sunda menjadi topik hangat yang ramai diperbincangkan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan sudah memberi peringatan akan ancaman gempa dan tsunami besar yang ditimbulkan dari megathrust Selat Sunda ini.
BMKG bahkan memprediksi kalau gempa megathrust Selat Sunda hanya tinggal menghitung waktu.
Beberapa wilayah di Indonesia ini berpotensi terkena dampak megathrust Selat Sunda.
Untuk mengetahui lebih jelas terkait megathrust ini, simak penjelasan berikut ini, yuk!
Apa itu Gempa Megathrust?
Megathrust Selat Sunda, disebut sebagai salah satu zona gempa bumi yang berpotensi menimbulkan guncangan besar.
Sementara gempa megathrust sendiri merupakan gempa yang dihasilkan dari zona megathrust.
Dilansir dalam buku "Peta Sumber dan Bahaya Gempabumi Indonesia tahun 2017" berdasarkan hasil kajian para pakar gempa bumi, zona tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia, yang menunjam masuk ke bawah Pulau Jawa disebut sebagai zona megathrust.
Zona megathrust menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal.
Menurut Daryono, gempa megathrust berpusat di bidang kontak antarlempeng dengan kedalaman kurang dari 45-50 kilometer.
Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting).
Gempa dalam skala besar di laut kemudian memicu tsunami.
Gempa Megathrust Berkekuatan M 8,7 dan Berpotensi Tsunami
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono pada keterangan resminya, Minggu (11/8/2024) mengungkapkan apa saja bahaya Megathrust.
Daryono menyebut bahwa para ilmuwan Indonesia khawatir soal seismic gap di zona megathrust Selat Sunda dan megathrust Mentawai-Siberut.
Seismic gap sendiri adalah wilayah di sepanjang lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar selama lebih dari 30 tahun.
Ini membuat zona tersebut dikhawatirkan menimbulkan gempa bumi berkekuatan besar dalam sekali waktu.
Megathrust Selat Sunda sendiri, menurut perkiraan BMKG bisa memicu gempa berkekuatan M 8,7.
Sementara Megathrust Mentawai-Siberut berpotensi memicu gempa berkekuatan M 8,9.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” ujar Daryono dalam keterangan resminya, Minggu (11/8/2024).
Namun, tidak menutup kemungkinan kekuatan gempa di wilayah tersebut mencapai M 9 atau lebih.
Hal tersebut bisa terjadi apabila terjadinya gempa akibat Megathrust Selat Sunda bersamaan dengan segmentasi yang berada di atasnya, yaitu Megathrust Enggano di Bengkulu dan sebelah timurnya, yaitu Megathrust Jawa Barat-Tengah.
Bahkan bahaya tsunami besar seperti yang terjadi di Aceh di tahun 2004 lalu bisa terjadi.
“Energi yang dihasilkan dari potensi gempa itu mirip dengan gempa bumi dan tsunami Aceh 2004,” jelas Widjo dikutip dari Kompas.com, Selasa (18/1/2022).
Wilayah Indonesia yang Berpotensi Terdampak Megathrust
Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba, Subduksi Banda, Subduksi Lempeng Laut Maluku, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.
Ia menambahkan, ada kemungkinan gempa akibat Megathrust Selat Sunda memicu tsunami yang lebih tinggi ketika gempa berkekuatan M 9,3 melanda Aceh pada 2004 silam.
Selain itu, Megathrust Mentawai-Siberut berpotensi memicu gempa besar di masa yang akan datang pernah menimbulkan beberapa bencana sejak 1994.
Megathrust di wilayah Sumatera tersebut pernah menyebabkan gempa M 8,5 di Nias pada 1994, M 7,9 di Lampung-Bengkulu pada 2000, M 9,3 di Aceh pada 2004, dan M 8,7 di Bengkulu.
Megathrust Mentawai-Siberut juga pernah menyebabkan gempa berkekuatan M 7,3 di Kepulauan Mentawai pada Selasa (25/4/2023) pukul 03.00 WIB.
Daryono mengatakan, gempa di wilayah tersebut merupakan rangkaian gempa yang telah diprediksi para ilmuwan.
“Karena memang hanya di segmen (zona megathrust segmen Mentawai-Siberut) ini yang energi (gempa bumi) terkonsentrasi dan belum release (muncul) di bagian Sumatera," jelas Daryono dikutip dari Kompas.com, Selasa.
“Hanya satu-satunya di Mentawai-Siberut yang belum release (gempa). Jadi gempa hari ini (Selasa) merupakan bagian dari rangkaian gempa zona megathrust di Segmen Mentawai-Siberut,” tambahnya.
Daryono menjelaskan, gempa paling besar yang yang dipicu oleh Megathrust Mentawai-Siberut terjadi pada 10 Februari 1797.
Pada saat itu, kekuatan gempa mencapai M 8,5 dan menimbulkan tsunami besar sehingga lebih dari 300 orang meninggal.
“Artinya, sudah lebih dari 300 tahun di zona ini tidak terjadi gempa besar sehingga wajar jika para ahli menjadikan zona ini sebagai the big one yang mana menjadi perhatian para ahli,” imbuh Daryono.
(*)
Chandrika Chika Belum Minta Maaf Usai Diduga Aniaya Yuliana Byun, Sang Ayah Datangi Korban
Source | : | Kompas.com,BMKG,Tribunkaltim.co |
Penulis | : | Ulfa Lutfia Hidayati |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |