Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum
Grid.ID - Jessica Kumala Wongso resmi mengajukan peninjauan kembali atau PK atas kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin.
Kuasa hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan, menyebutkan bahwa permohonan PK ini didasari atas dua hal, yaitu novum dan kekeliruan hakim.
"Alasan PK kami ini ada beberapa hal. Pertama ada novum, kedua ada kekhilafan hakim dalam menangani perkara ini," kata Otto Hasibuan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2024).
Adapun novum yang dimaksud berupa rekaman CCTV di Kafe Olivier yang menjadi tempat kejadian perkara.
Rekaman tersebut berisi kejadian saat terjadinya tuduhan pembunuhan terhadap Mirna.
Otto mengungkapkan bahwa rekaman CCTV tersebut dimiliki oleh Edi Darmawan Salihin, ayah dari Mirna.
Namun, rekaman tersebut tidak pernah diungkap saat di pengadilan.
Edi justru membocorkan rekaman CCTV ketika diwawancarai dalam suatu program televisi.
"Ketika wawancara dengan Karni Ilyas, dia (Edi) mengeluarkan CCTV ini. Dia mengatakan bahwa ini adalah CCTV yang ada di Olivier dan tidak pernah ditayangkan di persidangan. Dan ini disimpan sama dia," ujar Otto.
Otto juga menjelaskan bahwa rangkaian CCTV tersebut sudah tidak lagi utuh.
Baca Juga: Kukuh Tak Bersalah, Jessica Wongso Resmi Ajukan PK atas Kasus Kopi Sianida
Artinya, rekaman CCTV yang diputar di pengadilan sudah terpotong-potong.
"Rekaman CCTV yang diputar sudah tidak lengkap lagi. Kalau sudah ada yang terambil secara tidak sah, berarti potensi yang lain pun sudah bukti yang diambil. Jadi tidak lagi tersambung. Ada yang terputus," jelas Otto.
Untungnya, Otto berhasil mendapatkan rekaman CCTV tersebut dari stasiun televisi yang menayangkan.
Setelah dianalisa oleh ahli, pihak Otto juga menduga adanya rekayasa dari rekaman CCTV yang ada di persidangan.
Sebab, resolusi CCTV sudah berubah dari high definition menjadi standard definition.
"Ada 37 gambar yang berubah. Yang aslinya high definition kemudian berubah menjadi standard definition. Pixelnya juga semua berubah semua. Apa yang terjadi dengan adanya perubahan ini, maka di sinilah rekayasa itu," beber Otto.
Selanjutnya, Otto juga menyebut majelis hakim telah keliru dalam mengambil putusan tanpa bukti otopsi jenazah Mirna.
Padahal, dalam setiap kasus pembunuhan, bukti otopsi menjadi hal yang penting.
Otto pun mendesak Mahkamah Agung dalam menentukan apakah bukti otopsi merupakan suatu hal yang mutlak sebagai alat pembuktian di pengadilan.
Karena jika memang mutlak, maka seharusnya majelis hakim membebaskan Jessica sejak awal.
"Kepada Mahkamah Agung, buatlah putusan. Kalau Hakim Mahkamah Agung mengatakan tidak apa-apa, tanpa otopsi bisa dinyatakan dia mati karena racun, itulah putusan Hakim. Kalau memang harus dengan otopsi, bebaskanlah Jessica," tandas Otto.
Baca Juga: Sudah Bebas Bersyarat, Jessica Wongso Akan Ajukan PK Hari Ini
Sebagai informasi, kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin terjadi pada Januari 2016.
Jessica diyakini menjadi tersangka yang membunuh Mirna dengan cara mencampurkan racun pada kopi yang diminum Mirna.
Setelah melewati puluhan persidangan, akhirnya diputuskan bahwa Jessica Wongso terbukti melakukan pembunuhan berencana dan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
Pada 18 Agustus 2024, Jessica Wongso pun bebas bersyarat setelah mendapat remisi 58 bulan 30 hari.
Karena bebas bersyarat, Jessica tetap diwajibkan melapor hingga tahun 2032.
(*)
Penulis | : | Ragillita Desyaningrum |
Editor | : | Ayu Wulansari K |