Grid.ID - Tumor hipofisis adalah salah satu jenis tumor yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup.
Namun, pemahaman mendalam mengenai kondisi ini sangat penting untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.
Berbagai aspek tentang tumor hipofisis akan dijelaskan dalam paparan berikut ini oleh dua pakar dari RS Siloam Lippo Village Karawaci yaitu Prof. Dr. dr. Julius July, Sp.BS (K) Onk, MKes, IFAANS selaku ahli bedah saraf dan dr. Michael, Sp.THT-KL selaku dokter spesialis THT.
Baca Juga: Vadel Badjideh Yakin Bisa Biayai Laura Meizani Jika Mereka Menikah, Kekasih Lolly: Kecil!
Apa Itu Tumor Hipofisis?
Tumor hipofisis adalah pertumbuhan abnormal yang terjadi pada kelenjar hipofisis yang terletak di dasar otak.
Kelenjar ini berperan penting dalam mengatur berbagai hormon yang memengaruhi banyak fungsi tubuh, mulai dari pertumbuhan hingga metabolisme.
Tumor ini bisa bersifat jinak atau ganas, tetapi sebagian besar kasus adalah tumor jinak yang tidak menyebar ke bagian lain dari tubuh.
Faktor Risiko Penyakit Tumor Hipofisis
Faktor risiko yang dapat berkontribusi pada perkembangan tumor hipofisis meliputi usia dan jenis kelamin.
Tumor ini lebih sering terjadi pada orang dewasa berusia antara 30 hingga 50 tahun, yang merupakan kelompok usia paling rentan.
Baca Juga: Kuasa Hukum Ungkap Peluang Tengku Dewi Hadirkan Saksi untuk Buktikan Perselingkuhan Andrew Andika
Terdapat faktor-faktor hormonal yang berperan dalam meningkatkan risiko pada kelompok usia ini.
Selain itu, wanita cenderung lebih rentan terhadap tumor hipofisis dibandingkan pria.
Meskipun kondisi ini dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, perbedaan ini menandakan adanya pengaruh hormonal yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan tumor.
Memahami faktor risiko ini dapat membantu dalam deteksi dan penanganan yang lebih baik.
Gejala Tumor Hipofisis
Gejala yang dialami pasien dengan tumor hipofisis bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi tumor.
Salah satu gejala yang paling umum adalah gangguan penglihatan, terutama kebutaan periferal, yang terjadi akibat tekanan tumor pada saraf optik.
Baca Juga: Bantah Lakukan Perselingkuhan, Pihak Andrew Andika Bakal Buktikan di Persidangan
Sakit kepala juga merupakan keluhan yang sering disampaikan dan sering kali menjadi gejala awal yang dihadapi pasien.
Selain itu, pasien sering melaporkan perubahan hormonal yang dapat menyebabkan gejala seperti menstruasi yang tidak teratur pada wanita dan penambahan berat badan.
Keseimbangan hormonal tubuh yang terpengaruh bisa berdampak serius pada kesehatan.
Misalnya, kelebihan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan kondisi akromegali, sedangkan kekurangan hormon tertentu dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh yang vital, seperti metabolisme dan pertumbuhan.
Prevalensi Tumor Hipofisis
Tumor hipofisis cukup umum, mewakili sekitar 10-15% dari semua tumor otak.
Meskipun dapat memengaruhi pria dan wanita, prevalensi lebih tinggi ditemukan pada wanita, khususnya dalam kelompok usia dewasa.
Pengetahuan tentang prevalensi ini dapat membantu dalam diagnosis lebih awal dan pengobatan yang tepat.
Proses Diagnosis Tumor Hipofisis
Proses diagnosis tumor hipofisis melibatkan beberapa langkah penting.
Pertama, dokter akan melakukan tes darah untuk mengukur kadar hormon, yang dapat menunjukkan adanya ketidakseimbangan hormonal.
Selanjutnya, pencitraan otak seperti MRI atau CT scan dilakukan untuk menilai keberadaan dan ukuran tumor.
Evaluasi penglihatan juga penting untuk menentukan dampak tumor pada saraf optik.
Proses ini memastikan diagnosis yang akurat dan pemilihan metode penanganan yang tepat.
Membedakan Tumor Hipofisis dari Tumor Lain di Otak
Membedakan tumor hipofisis dari tumor lain di otak dilakukan melalui pencitraan dan analisis histopatologis.
Dokter akan memperhatikan lokasi, ukuran, dan karakteristik tumor dalam gambar MRI atau CT scan, yang biasanya memiliki ciri khas tertentu.
Analisis jaringan juga diperlukan untuk memastikan diagnosis yang tepat.
Tatalaksana untuk Tumor Hipofisis
Tatalaksana tumor hipofisis dapat dilakukan melalui pendekatan pembedahan dan non-pembedahan.
Pembedahan sering kali diperlukan untuk mengangkat tumor, terutama jika tumor menyebabkan gejala yang signifikan atau memiliki potensi untuk menjadi ganas.
Pendekatan non-pembedahan, seperti terapi hormon dan radiasi, juga dapat dipertimbangkan, tergantung pada kondisi spesifik pasien dan sifat tumor.
Metode Minimal Invasif: EETS
Salah satu inovasi terbaru dalam penanganan tumor hipofisis adalah EETS (Endoscopic Endonasal Transphenoidal Surgery) yaitu pembedahan minimal invasif yang dilakukan melalui hidung dan sinus.
Metode ini memungkinkan akses yang lebih mudah ke tumor dengan risiko yang lebih rendah dan waktu pemulihan yang lebih cepat.
Prosedur ini mengurangi trauma pada jaringan sekitarnya dan sering kali memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien.
Dalam prosedur EETS, dokter spesialis THT memegang peran krusial. Mereka bertanggung jawab untuk mempersiapkan jalur akses melalui hidung dan sinus serta membantu dalam visualisasi area tumor.
Kolaborasi antara dokter spesialis bedah saraf dan THT sangat penting untuk keberhasilan prosedur ini, memastikan bahwa tumor dapat diangkat dengan risiko minimal bagi pasien.
Manfaat EETS dibandingkan Pembedahan Konvensional
EETS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan pembedahan konvensional.
Salah satu keuntungan utamanya adalah risiko yang lebih rendah. Dengan metode minimal invasif ini, kemungkinan kerusakan pada jaringan di sekitar tumor lebih kecil, yang pada gilirannya mengurangi komplikasi pasca operasi.
Selain itu, waktu pemulihan pasien juga lebih cepat, memungkinkan mereka kembali ke aktivitas normal dalam waktu yang lebih singkat.
Nyeri pasca operasi juga umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan prosedur konvensional.
Baca Juga: Ada Dugaan Penggelapan Dana di Perusahaannya, Hamish Daud Minta Perlindungan Hukum
Risiko atau Komplikasi EETS
Meskipun EETS relatif aman, risiko dan komplikasi tetap ada. Infeksi adalah salah satu risiko yang dapat terjadi pasca operasi, serta perdarahan yang mungkin muncul selama dan setelah prosedur.
Gangguan penglihatan juga menjadi perhatian, mengingat lokasi tumor yang dekat dengan saraf optik.
Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk memahami risiko ini sebelum menjalani prosedur.
Proses Pemulihan dan Perawatan Pasca Prosedur EETS
Setelah melakukan EETS, pasien akan menjalani proses pemulihan yang melibatkan pemantauan di rumah sakit.
Rata-rata masa perawatan di rumah sakit untuk tindakan EETS ini berkisar antara satu hingga tiga hari, tergantung pada kondisi individu pasien dan adanya komplikasi yang mungkin muncul.
Selama periode ini, tim medis akan memastikan bahwa pasien tidak mengalami masalah lebih lanjut.
Kriteria untuk Melakukan EETS
Kriteria untuk melakukan pembedahan dengan metode EETS mencakup ukuran dan lokasi tumor, serta dampak yang ditimbulkan oleh tumor terhadap kesehatan pasien.
Dengan pengalaman dalam menangani banyak kasus, dokter spesialis THT dan bedah saraf akan bekerja sama untuk menentukan apakah metode ini adalah pilihan terbaik bagi pasien tertentu.
Baca Juga: Bagikan Pengalaman Pribadi, Rose BLACKPINK Siap Rilis Album Solo Tentang Hubungan Toksik
Kolaborasi Tim Multidisiplin
Kolaborasi antara tim dokter multidisiplin, termasuk spesialis neurologi, endokrinologi, bedah saraf, dan THT, sangat penting dalam manajemen pasien tumor hipofisis.
Setiap spesialis membawa keahlian unik yang mendukung diagnosis dan perawatan menyeluruh, memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan terbaik yang dapat meningkatkan hasil kesehatan mereka.
Sampai saat ini, tim multidisiplin RS Siloam Lippo Village Karawaci telah menangani lebih dari 80 kasus kanker hipofisis.
Tumor hipofisis adalah kondisi yang kompleks dengan berbagai implikasi kesehatan.
Masyarakat perlu lebih mengenali tanda-tanda awal dan pentingnya melakukan pemeriksaan jika mengalami gejala yang mencurigakan.
Diagnosis yang tepat dan pengobatan yang tepat waktu dapat membuat perbedaan besar dalam hasil perawatan dan kualitas hidup pasien.
(*)
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Penulis | : | Dianita Anggraeni |
Editor | : | Dianita Anggraeni |