Laporan Wartawan Grid.ID, Andika Thaselia Prahastiwi
Grid.ID - Serangkaian teror bom yang terjadi di Surabaya pada Minggu (13/5/2018) dan Senin (14/5/2018) membuat publik kembali bertanya-tanya, siapa dalang di balik aksi tak manusiawi tersebut.
Keluarga Dita Supriyanto, adalah aktor utama di balik teror bom tersebut.
Dita mengajak keempat anak-anak, serta istrinya, Puji Kuswati.
Diberitakan oleh Kompas.com (13/5/2018), Kapolri Jendral (Pol) Tito Karnavian menyebut bahwa pelaku utama teror bom di Surabaya ini adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Dan jika ditarik kronologinya, pimpinan JAD dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) di Indonesia adalah Aman Abdurahman yang namanya mulai mencuat usai tragedi Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, pada Selasa (8/5/2018) malam hingga Rabu (9/5/2018) dini hari.
Sebenarnya, siapakah JAD dan JAT ini?
Apakah mereka memiliki kaitan dengan jaringan teroris internasional?
JAT dan JAD diketahui adalah kelompok pendukung gerakan Negara Islam Irak dan Suriah, atau lebih dikenal dengan sebutan ISIS.
Dalam aksinya kali ini, JAT dan JAD sudah tidak segan lagi menjadikan wanita dan anak-anak sebagai senjata mereka dalam melancarkan aksi.
Selama ini bahasan mengenai wanita dari sudut pandang ISIS sendiri memang menjadi salah satu pokok bahasan yang menarik untuk dibahas.
Tapi, sebenarnya bagaimana ISIS memandang perempuan?
Percaya tak percaya, sebenarnya ISIS sendiri punya ideologi anti perempuan.
Baca : Beredar Video yang Merekam Suasana Kepanikan di Dalam Mapolda Riau Setelah Terjadi Penyerangan
Mengutip tulisan yang dimuat di laman Counter Exteremism, ISIS bahkan tega melakukan 4 hal kejam dari perkosaan, perbudakan, mengisolasi dari kehidupan sosial, hingga pemaksaan pernikahan pada perempuan.
Dalam sebuah tulisan pada tahun 2015 di Dabiq, majalah berbahasa Inggris terbitan ISIS, mereka mengizinkan tindakan perkosaan pada wanita yang sudah menjadi budak.
Mereka menganut sebuah paham, bahwa pria tidak perlu mendapatkan persetujuan dari pihak wanita untuk melakukan hubungan seksual, baik istri maupun budak.
Istri maupun budak wanita dianggap sebagai obyek dan fasilitas bagi para kaum pria, terutama untuk menyalurkan hasrat seksual.
Baca : Terduga Teroris Penyerang Mapolda Riau Gunakan Pedang Samurai untuk Lukai Polisi
Bukan cuma lewat penyimpangan pemahaman ayat Al-Quran, ISIS bahkan memiliki pedoman sendiri mengenai perkara ini.
Dalam satu pamflet terbitan ISIS pada Desember 2014, disebutkan bahwa seorang pria dapat memperkosa budak wanita bahkan jika ia belum mencapai masa pubertas.
Yang penting, si wanita ini sudah 'cocok untuk diajak bersetubuh'.
Dalam Dabiq edisi Mei 2015, satu artikel yang cukup menyita perhatian masyarakat internasional berjudul "Slave-Girl or Prostitues" alias "Budak Wanita atau Pelacur" karena ditulis oleh seseorang yang konon adalah wanita di ISIS bernama Umm Sumayyah Al-Muhajirah.
Baca : Beredar Video Detik-detik Penyerangan Terduga Teroris di Mapolda Riau
ISIS secara gamblang menyebutkan bahwa hadist-hadist atau ucapan Nabi Muhammad SAW yang mereka tafsirkan adalah pedoman dari perlakuan mereka terhadap wanita selama ini.
Pada April 2016, ISIS dilaporkan telah mengeksekusi setidaknya 250 wanita Muslim dan keluarga di Mosul, Irak, karena menolak dinikahkan dengan para militan ISIS.
Belum lagi ratusan budak-budak gadis yang melarikan diri dari belenggu ISIS bersaksi bahwa mereka dipaksa melakukan pernikahan kontrak dengan para militan ISIS sebagai 'solusi' untuk menghindari seks di luar nikah.
Usianya pun tergolong belia.
Gadis-gadis ISIS ini biasanya diperintahkan untuk menikah pada usia 16 atau 17 tahun.
Mirisnya lagi, ada pula yang dinikahkan di usia 9 tahun.
Jika pernikahan berlangsung cukup lama atau menjadi istri tetap, wanita pun hanya boleh meninggalkan rumah dalam tiga kondisi.
Yaitu jihad, mempelajari ilmu agama, dan saat bertindak menjadi dokter atau guru di lingkungan ISIS.
Baca : Makin Panas, Korea Utara Ancam Batalkan Pertemuan dengan Donald Trump
Untuk waktu-waktu lainnya wanita dilarang keras untuk tampil di depan umum tanpa pendamping pria.
Segala perlakuan yang diterima oleh wanita dalam ISIS memang melanggar hak asasi manusia.
Baik PBB dan Human Right Watch sudah berulang kali melakukan operasi perdamaian dan menyatakan kecaman terhadap tindakan mereka.
Entah sampai kapan pergerakan ISIS dan perlakuan keji mereka terhadap perempuan akan terhenti.
Baca : Kerabat Ungkapkan Pesan Terakhir Sri Pudjiastuti, Korban Ledakan Bom di Surabaya
Yang jelas, dunia masih punya banyak 'PR' untuk menindak segala macam bentuk terorisme dan kekerasan. (*)
Baim Wong Ingin Rujuk dengan Paula Verhoeven, Psikolog ini Kritik Keras Tindakan Sang Aktor, Ternyata Cuma Prank yang Kebablasan?
Source | : | Kompas.com,Counter Extremism |
Penulis | : | Andika Thaselia |
Editor | : | Andika Thaselia |