Grid.ID - Hari itu, Jumat 11 Maret 1966 harusnya menjadi hari yang biasa-biasa saja di keseharian presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Hari itu juga Soekarno sedang memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka.
Semua menteri dan kepala lembaga negara diwajibkan hadir dalam rapat untuk menentukan keputusan-keputusan strategis Indonesia kedepannya.
Situasi saat itu memang sedang kacau setelah beberapa bulan sebelumnya terjadi peristiwa G30S PKI.
Dikutip dari Kompas.com, pagi seklai Soekarno meminta para menterinya untuk hadir di Istana Merdeka.
Alasannya jika siangan sedikit saja maka aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak Kabinet Dwikora bakal membuyarkan rapat.
Termasuk Soeharto yang kala itu menjadi Panglima Angkatan Darat diundang namun tak bisa hadir karena sakit.
Rapat dimulai pukul 9 pagi dan baru sepuluh menit berjalan, Brigjen Sabur yang merupakan komandan Cakrabirawa mengirimkan nota kepada Brigjen Amir Mahmud (Pangdam V Jaya) yang juga ikut rapat.
Nota itu berisi laporan jika ada pasukan liar (tak dikenal) berjumlah banyak mengepung Istana.
Amir Mahmud acuh akan nota tersebut.
Baca Juga : 4 Fakta Kecelakaan Bus di Jalur Tengkorak Cikidang yang Menewaskan 21 Orang
Namun Brigjen Sabur semakin ketakutan karena pasukan tak dikenal tersebut membawa persenjataan lengkap.
Sabur lantas memutuskan mengirim nota lagi kali ini ke presiden Soekarno.
"Membaca laporan Brigjen Sabur, Soekarno menjadi kalut. Laporan tersebut dilaporkan kepada Wakil Perdana Menteri Dr. Leimena, Dr. Soebandrio, dan Chairul Saleh," tulis Jonar TH Situmorang dalam bukunya Presiden (daripada) Soeharto ini.
Soekarno langsung bergegas pergi meninggalkan rapat dan menyerahkan kelanjutannya kepada Leimena.
Tapi para menteri yang melihat perbuatan Soekarno tersebut menjadi ikut panik juga sehingga rapat ditutup.
Soebandrio yang saat itu menjabat Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) ikut lari terbirit-birit mengejar Bung Karno yang sudah berjalan bersama pengawalnya menaiki helikopter untuk diamankan ke Istana Bogor.
Baca Juga : Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 H: Mengenal Tradisi Unik Barikan di Pati
Rupanya pasukan tak dikenal tersebut merupakan para personil Kostrad.
Dalam buku Misteri Supersemar, Kastaf Kostrad saat itu, Kemal Idris mengakuinya.
Kemal berujar penggerakan pasukan Kostrad ke Istana atas perintah Soeharto untuk menangkap Soebandrio bukan Soekarno.
"Saya disuruh Pak Harto. Lalu, saya memerintahkan Sarwo Edhie untuk menggerakkan pasukannya ke istana untuk menangkap Bandrio," kata Kemal Idris.
Menurut Kemal, pasukan Kostrad sebanyak dua kompi (80 personil) itu sengaja tidak memakai badge tanda kesatuan Kostrad supaya Soebandrio tidak ketakutan ketika keluar Istana menemui mereka.
Pengerahan pasukan liar ini dianggap terkait dengan keinginan Soeharto sebelumnya yang ia sampaikan langsung kepada Soekarno soal menteri-menteri yang terlibat G30S akan segera ditangkap.
Tapi Soekarno menolak permintaan Soeharto itu.
Tapi Soeharto tak hilang akal, ia memerintahkan anak buahnya menyaru sebagai mahasiswa pengunjuk rasa penentang pembubaran PKI untuk menangkap para menteri yang terlibat dengan G30S.
Setelah keberadaan pasukan liar yang menyamar di antara mahasiswa diketahui, Presiden Soekarno meninggalkan Jakarta menuju ke Istana Bogor menggunakan helikopter.(*)
Hari Ini, Hotman Paris akan Jalani Pemeriksaan atas Laporan PN Jakut Terhadap Razman
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |