Grid.ID - Semenjak lepas dari Indonesia dan mendirikan negara sendiri pada 2002 lalu, Timor Leste sah mengurus urusannya sendiri.
Rupanya mengurus sebuah negara tak semudah bacot orang.
Diperlukan watak kedewasaan tiap-tiap insan orang yang hidup di sana untuk mengurus semua permasalahan yang ada.
Baca Juga : Cara Mudah Memakai Eyeliner Untuk Mata Sipit Cocok Buat Pemula
Nah, semenjak menjadi negara sendiri Timor Leste mulai berurusan dengan apa yang sepertinya ada di setiap negara, pemberontakan.
Tersebutlah seorang bernama Alfredo Reinado.
Baca Juga : Evakuasi Korban Reruntuhan Hotel Roa Roa Memasuki Hari Ke-7, Hans Bobonggoi Berharap Putri Selamat
Reinado sendiri awalnya adalah seorang mayor angkatan bersenjata Timor Leste, FDTL.
Ia seorang nasionalis sejati bumi Lorosae yang juga ingin Timor Timur lepas dari Indonesia kala itu.
Pangkatnya yang sudah menjadi mayor di tubuh angkatan bersenjata FDTL membuktikan jika Reinado merupakan orang kompeten di bidangya.
Baca Juga : 5 Jenis Produk Eyebrow Makeup Untuk Menggambar Alis ala Korea
Hal itu bukan isapan jempol belaka, Reinado pernah mengenyam pendidikan militer di Australia yang sangat jarang seorang seperti dirinya ada di FDTL.
Paling banter para perwira FDTL sekarang ialah mantan kombatan Fretilin yang pernah berhadapan dengan ABRI pada masa konfrontasi dengan Indonesia dulu.
Tapi pendidikan militer mentereng yang didapat Reinado tak selalu menjamin karirnya baik.
Malah ia merasa didiskriminasi oleh Panglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak.
Baca Juga : Tanah Bergeser 500 Meter Saat Gempa Palu Pisahkan Pasangan Suami Istri Ini untuk Selamanya
Alasan diskriminasinya pun bernada rasis, yakni Reinado berasal dari daerah Timor Leste bagian Timur.
Tak puas dengan alasan dari Matan Ruak, maka pada 4 Mei 2006, Reinado bersama 600 anggota FDTL melakukan desersi sebagai protes atas perlakuan diskriminatif negara kepada mereka.
Aksi protes itu lantas ditanggapi oleh Matan Ruak dengan pemecatan massal terhadap mereka semua.
Baca Juga : Rekomendasi Serum Pemutih Wajah dari Korea yang Ramah di Kantong
Marah, Reinado bersama rekan militernya, Mayor Augusto Araujo memimpin pemberontakan bersenjata yang dinamakan Gastao Salsinha.
Reinado kemudian menyerang ibukota Timor Leste, Dili.
Penyerangan itu menimbulkan gelombang kerusuhan besar dan geng-geng sipil bersenjata ikut memperparah keadaan dengan melakukan aksi kriminal.
Para mantan tentara yang marah karena dipecat itu melakukan berbagai aksi yang membuat rusuh satu negara, Dili porak poranda dan berdarah.
Reinado juga menggunakan taktik gerilya mirip Fretilin ketika menyerang kedudukan FDTL, sama yang dilakukan kombatan Timor Timur dahulu kala melawan Indonesia.
Baca Juga : Tak Ada Parade, Inilah 4 Acara yang Dilakukan untuk Memeriahkan HUT TNI yang ke 73
Lambat laun Timor Leste dilanda kerusuhan pertikaian antar etnis (Barat dan Timur).
Ratusan rumah dibakar dan dijarah, 100.000 warga Timor Leste sampai mengungsi ke perbatasan dengan Indonesia di NTT untuk mencari perlindungan.
Sampai seriusnya masalah ini, aparat keamanan Indonesia di perbatasan dengan Timor Leste siaga penuh, jaga-jaga jika ada hal tak diinginkan terjadi.
Keadaan kacau balau Timor Leste saat itu nyatanya tak bisa dikendalikan oleh FDTL dan pemerintah.
Mereka harus sampai meminta bantuan militer ke Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia.
Lantas sebanyak 150 personel komando Australia mendarat di Timor Leste.
Personil Australia ini juga tak luput dari serangan kombatan pimpinan Reinado.
Tak lama setelah tentara Australia datang, rumah Menteri Dalam Negeri Regerio Lobato dibakar yang menewaskan istri dan lima anaknya.
Sampai-sampai tentara resmi pemerintah yang tak tahu alasannya malah menembaki markas polisi padahal di sana juga ada personil PBB.
Aksi Reinado lantas berpuncak pada 11 Februari 2008.
Ia dan anak buahnya melakukan serangan terhadap presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao di kediamannya masing-masing.
Ramos Horta terluka parah hingga kritis namun Xanana selamat dari percobaan pembunuhan itu.
Petualangan Reinado berakhir saat aksi penyerangan itu, ia tewas ditembak oleh tentara FDTL yang menjaga rumah Ramos Horta.
PBB juga sampai turun tangan mengatasi masalah keamanan di Timor Leste, butuh waktu hampir 6 tahun agar kondisinya stabil kembali.(Seto Aji/Grid.ID)
Kimberly Ryder Klarifikasi soal Lemari Plastik yang Jadi Omongan Netizen, Ada Sejarah Miris di Baliknya
Source | : | The Age |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |