Grid.ID - Amit-amit jabang bayi! kalau boleh dianalogikan itulah ungkapan yang menggambarkan betapa semrawutnya ekonomi Indonesia tahun 1998, jangan sampai terulang lagi!
Tahun 1998 harusnya jadi awal bangkitnya Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru dunia.
Tapi nyatanya KKN menggerogoti hal itu yang menyebabkan negeri ini dilanda krisis finansial yang akrab ditelinga sebagai krisis moneter 1998.
Utang tahun 1998 pun tak bisa dianggap enteng, yakni mencapai Rp 551,4 triliun atau ekuivalen 68,7 miliar dolar AS. Pemerintah Indonesia pimpinan presiden Soeharto pun harus berhutang dana bantuan kepada International Monetary Fund (IMF) untuk meminjam dana bantuan.
Baca Juga : Syuci Indriani Sabet Medali Perak di Gaya Kupu-kupu 100 Meter Putri Asian Para Games 2018
Dikutip dari imf.org, Kamis (11/10) parahnya rasio utang tahun 1998 mencapai 57,7 persen terhadap PDB yang artinya jumlah uang Indonesia tak cukup buat melunasinya.
Tahu akan keadaan ekonomi Indonesia yang sedang morat-marit, bos International Monetary Fund (IMF) kala itu, Michael Camdessus datang membawa uang bergepok-gepok.
Uang senilai 23,53 miliar dolar AS (Rp 130 triliun) itu sedianya akan dipinjamkan kepada Indonesia demi memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri yang suram.
Maka pada tanggal 15 Januari 1998 ditandatanganilah Letters of Intens (LoI) antara Presiden Soeharto dan Michael Camdessus yang disaksikan oleh para Menteri Orde Baru.
Baca Juga : 6,4 SR Gempa Situbondo Dini Hari Tadi, Begini Daerah yang Berdampak
Saat penandatanganan itu terjadilah pemandangan yang dianggap sangat menyakitkan hati rakyat Indonesia.
Camdessus terlihat bersedekap angkuh, melihat lekat ke arah tangan Soeharto yang akan menandatangani LoI tadi, seperti majikan memperhatikan pekerjaan anak buahnya agar cepat selesai.
Sedangkan Soeharto tampak membungkuk menandatangani dana bantuan yang nilainya cukup besar kala itu.
Usai penandatanganan itu maka terjadilah kerusuhan di Jakarta dan Surakarta menyusul dampak krisis moneter.
Namun hanya 14,99 miliar dolar AS saja yang dicairkan oleh pemerintah Indonesia.
Baca Juga : GEMPA HARI INI: Terjadi Gempa Situbondo Berkekuatan 6,4 SR, Berikut 5 Faktanya
Tony Prasetiantono, ekonom Universitas Gadjah Mada menyebut dana bantuan IMF pada tahun 1998 gagal menolong ekonomi Indonesia.
Tony juga menyebut Indonesia tak boleh lagi berhutang kepada IMF.
"Waktu itu, IMF lalai dan kita trauma. Kita nggak mau sekarang berhubungan dengan IMF. IMF sendiri yang dikritik seluruh dunia. Ekonom-ekonom top, termasuk Joseph Stiglitz, juga mengkritik IMF. Jadi, 'malapraktik', memberikan 'obat' yang enggak cocok," ujar Tony pada 2015 lalu seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/10).
Selain itu, pada tahun 1998 IMF juga tak tepat memberikan dosis dana ke Indonesia.
"Itu nggak cukup dosisnya. Kita cadangan devisa waktu itu 20 miliar dollar AS, terus disuntik selama 16 bulan, total jadi 36 miliar dollar AS. Enggak cukup untuk krisis Indonesia yang utangnya 130 miliar dollar AS. Jadi, obatnya baik, tetapi nggak cocok dosisnya," tambah Tony.
Syukur, lambat laun dengan kaki sendiri ekonomi Indonesia mulai membaik seiring berjalannya waktu.
Maka periode tahun 2001-2006 pemerintah Indonesia secara bertahap membayar utang pokoknya ke IMF sebesar 11,1 miliar dolar AS.
Hingga akhirnya 12 Oktober 2006 pembayaran cicilan utang pokok Indonesia dibayar untuk terakhir kalinya.
Setelah pembayaran tersebut, maka utang Indonesia ke IMF lunas.
Sedangkan pembayaran bunga pinjaman berlangsung sejak 1998-2006 senilai 2,1 miliar SDR (mata uang IMF) dilakukan pada September 2006.(Seto Aji/Grid.ID)
5 Shio Paling Cocok dengan Pasangan Tipe Family Man, Sama-sama Berorientasi pada Keluarga
Source | : | Kompas.com,imf.org |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |