Grid.ID – Anak-anak terutama yang sudah memasuki usia sekolah memerlukan asupan nutrisi lebih dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
Bukan tanpa alasan, di usia itu mereka sedang aktif melakukan kegiatan sekolah dan juga sedang masuk masa pertumbuhan.
Hasil Riskesdas pada 2005 menunjukan bahwa prevalensi anemia pada kelompok umur 5 sampai 24 tahun masih cukup tinggi yaitu 26,4 persen.
Penderita anemia pada kelompok usia 5 sampai 14 tahun tercatat 18,4 persen.
Baca Juga : Sebelum Meninggal, Hidung Pretty Asmara Mengeluarkan Darah Segar
Berdasarkan data tersebut, prevalensi anemia paling besar terjadi pada kelompok remaja putri sebesar 28 persen.
Menurut Ahli Gizi dari Institut Pertanian Bogor, Dr. Rimbawan, permasalahan anemia yang diderita oleh para remaja ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang baik.
Kebanyakan dari mereka kekurangan zat gizi mikro seperti mineral dan vitamin.
Akibatnya mereka jadi mudah lelah, menurunkan konsentrasi belajar sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan dapat menurunkan produktivitas, selain itu anemia juga dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga lebih mudah terkena infeksi.
"Anemia yang terjadi pada remaja putri juga meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada fungsi fisik dan mental, serta dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada saat kehamilan," ujarnya.
Tak hanya di rumah, perbaikan gizi anak juga perlu dilakukan di sekolah.
Sudah banyak pula program yang dilakukan di sekolah-sekolah negeri maupun swasta untuk memperbaiki gizi para siswanya.
PT Ajinomoto Indonesia melalui aktivitas Ajinomoto Shared Value (ASV) ingin berkontribusi bagi permasalahan sosial yang ada di Indonesia seperti kasus anemia pada siswa sekolah.
Berkolaborasi dengan tim ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), PT Ajinomoto Indonesia menyelenggarakan School Lunch Project (SLP).
Baca Juga : Berpenghasilan Rp 1 Miliar Per Bulan, Inilah Penampakan Rumah Masa Kecil Ria Ricis di Batam
SLP dilaksanakan di Pondok Pesantren Darrussalam yang berada di Desa Padasuka, Kecamatan Ciomas, Kota Bogor.
Sebanyak 434 santri mengikuti program ini selama 18 bulan, yang meliputi perancangan, pengambilan data baseline, midline dan endline, pelaksanaan program, dan pelaporan kegiatan.
"Secara umum School Lunch Project (SLP) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik gizi seimbang serta perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendidikan gizi dan penyediaan makan siang bagi para santri untuk mendukung mewujudkan anak sekolah yang sehat dan berprestasi," sambungnya.
"Pelaksanaan pendidikan gizi dan PHBS serta penyediaan makan siang santri dilakukan selama 2 semester (10 bulan efektif hari sekolah) mulai awal bulan Februari sampai akhir bulan Desember 2018.
Penyediaan makanan akan dilakukan dalam 2 periode yaitu semester ganjil dan genap sebanyak 6 hari makan per minggu, sehingga total hari makan anak akan disesuaikan dengan jadwal akademik sekolah," tuturnya.
Dari hasil School Lunch Project ini, Rimbawan berharap akan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik gizi yang yang terkait gizi dan kesehatan santri, peningkatan berat badan serta perbaikan status gizi dan status anemia santri.
"Kami juga berharap program ini dapat diadopsi di pesantren lain atau di sekolah dengan menerapkan kedua program SLP ataupun pendidikan gizi saja," pungkasnya.
Baca Juga : Turbin Lion Air JT610 yang Hancur Berhasil Diangkat dengan Balon Udara
(*)
Viral Rumah Dijual Rp 27 Juta di Yogyakarta, Kondisinya Horor dan Bikin Merinding, Akan Dibeli Joko Anwar?
Penulis | : | Ulfa Lutfia Hidayati |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |