Hal itu terbukti dengan badan pengawas pemerintah yang mengatakan bahwa kasus Kris Wu adalah akibat sisi kelam Ibu Kota dan lingkungan yang liar industri hiburan.
Para aktivis menilai kurangnya dukungan bagi para penyintas kekerasan seksual dan ketidaksetaraan gender mengakar dari banyak aspek masyarakat China.
Lv Pin, seorang feminis China yang sekarang tinggal di New York mengatakan bahwa sampai saat ini pemerintah China masih takut terhadap adanya gerakan aktivisme sosial, terutama perempuan.
Tak satu pun korban yang terlibat dalam kasus Kris Wu berani meminta bantuan kepada organisasi feminis.
Baca Juga: Louis Vuitton, Bvlgari hingga Lancome Putus Kontrak dengan Kris Wu Setelah Kasus Pelecehan Seksual
Mereka juga takut bersuara soal gerakan #MeToo karena dengan mudah dapat menarik sensor di media sosial.
Walau begitu, kedua kasus tersebut memberikan secercah harapan yaitu adanya kesadaran masyarakat terkait pentingnya kasus kekerasan seksual.
"Tidak peduli apakah mereka menyebutnya #MeToo atau tidak, intinya adalah ini refleksi bagi gerakan feminis di China," ucap Feng Yuan.
"Meskipun sebagian besar akun media sosial feminis terkemuka telah disensor, para korban selalu dapat menemukan cara mereka sendiri untuk berbicara," katanya lebih lanjut. (*)
Penulis | : | Alessandra Langit |
Editor | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
KOMENTAR