Selain menjadi putra mahkota dan wakil perdana menteri, Pangeran Muhammad bin Nayef juga menjabat Menteri Dalam Negeri sejak 5 November 2012.
Mengapa Muhammad bin Nayef baru resmi menjadi putra mahkota Arab Saudi pada 2015?
Saat Raja Abdullah berkuasa, dia memperkenalkan sebuah lembaga bernama Komisi Kepatuhan (Allegiance Commission) pada 7 Desember 2007.
BACA JUGA: Apa yang Raja Salman Cari di Negara-negara Asia Tenggara?
Lembaga ini bertuas untuk mengatur suksesi kekuasaan di Arab Saudi Namun, di saat baru terbentuk, komisi ini hanya berfungsi menunjuk putra mahkota begitu seorang raja baru berkuasa.
Awalnya, penunjukan putra mahkota biasanya dilakukan lewat sebuah konsensus informal di antara anggota keluarga kerajaan.
Namun, setelah Raja Abdullah naik tahka menggantikan Raja Fahd, di balik layar perebutan posisi putra mahkota semakin sengit.
Dengan meningkatnya ketegangan akibat perebutan posisi penting itu, pada 2006 Raja Abdullah menerbitkan Undang-undang Institusi Kepatuhan yang sekaligus melahirkan lembaga Komisi Kepatuhan.
Sehingga selain berbagai usul dari anggota inti keluarga kerajaan, lembaga ini menjadi salah satu unsur penting dalam menentukan nama putra mahkota Kerajaan Arab Saudi.
Setelah dibentuk lembaga ini langsung bekerja dengan memutuskan Pangeran Sultan bin Abulaziz Al Saud sebagai putra mahkota calon pengganti Raja Abdullah.
Namun, pada 2009, ketika Pangeran Sultan dalam kondisi kritis akibat kanker yang dideritanya, keluarga kerajaan menunjuk Pangeran Nayef sebagai wakil perdana menteri.
Padahal, jabatan ini biasanya dipegang oleh seorang putra mahkota yang sudah dipastikan bakal menggantikan raja yang sedang berkuasa.
Lika-liku Hidup Reza Artamevia yang Kini Dituding Bisnis Berlian Palsu, Dulu Diorbitkan Ahmad Dhani dan Pernah 2 Kali Masuk Bui