Padahal, pria yang diidamkan takkan pernah kunjung datang.
Bukankah untuk menemukan orang yang sama persis atau malah bertolak belakang sungguh tak mudah?
Selalu akan ada saja 1-2 pria yang memenuhi kriteria fisik, tapi kepribadiannya meragukan, atau secara aspek kepribadian cocok, tapi aspek lain tak cocok.
Ketidakcocokan ini menimbulkan sederet ketidakpuasan yang mendorongnya mencari dan terus mencari, hingga akhirnya membentuk semacam kebiasaan pada tubuh.
(BACA JUGA: Kenapa Berhubungan Seks Pertama Kali Terasa Begitu Menyakitkan dan Tidak Nyaman?)
Celakanya, kalau ia sudah terpengaruh atau minimal mengenal hubungan seks, kebiasaannya untuk berganti-ganti pasangan makin membuatnya nyandu atau ketagihan seks.
Sama halnya dengan kebiasaan merokok yang bisa menyebabkan ketagihan.
Bukan semata-mata karena nikotin, melainkan pola kebiasaan itu sendiri.
Hingga, kala harus berhenti merokok akan sulit sekali dilakukan. Minimal ia akan tetap pegang rokok meski tak diisap, atau tetap diisap tanpa harus dinyalakan.
(BACA JUGA: Bukan Hanya Mencari Jodoh dan Pasangan Seks, Ternyata Generasi Millennials Pakai Aplikasi Tinder Untuk Ini
Bisa pula hubungan seks ini dipakai sebagai senjata untuk "memancing" pria yang semula dianggapnya sebagai pria idaman.
Hingga bisa dikatakan, dorongan seks yang berlebihan sebetulnya merupakan pemuasan kejiwaan belaka.
Kasus serupa bisa pula dialami pria.
Hanya saja, si Buyung saat itu melihat bapaknya sering dilecehkan hingga akhirnya dia berusaha membalas dendam pada wanita dengan menyetubuhi siapa saja hanya untuk dicampakkan begitu saja.
Hingga gonta-ganti pasangan dijadikan sarana untuk mencari kenikmatan psikis yang bisa memuaskan nafsu balas dendamnya. (*)
Penulis | : | Ridho Nugroho |
Editor | : | Ridho Nugroho |