Grid.ID – Hiperseks masih dianggap sebagian orang sebagai masalah kelainan seksual.
Bagi penderitanya, frekuensi hubungan intim yang normal bisa jadi terbilang kurang.
Dan, demi menyalurkan hasrat biologisnya, kebanyakan pengidap hiperseks banyak yang melenceng dengan sejumlah kegiatan seksual yang bisa disebut menyimpang.
Menurut Dr. Gerard Paat, MPH, dengan melihat frekuensi hubungan seks bisa dilihat apakah seseorang hiperseks atau tidak, yakni bila frekuensinya melebihi ukuran normal.
(BACA JUGA: Kenapa Banyak Wanita Modern Senang Mencari Kepuasan Seks Sendiri dengan Masturbasi Namun Malu Mengakuinya?)
Meskipun tolok ukur normal dan abnormal juga sangat individual, artinya berbeda pada tiap orang, dan penderitanya bisa pria, bisa juga wanita.
Ini penjelasan lengkap, seperti yang dikutip Grid.ID dari Nova.id .
Hiperseks pada wanita
Disebut nymphomania, disebabkan sepenuhnya oleh faktor psikis.
Salah satunya berakar pada penyimpangan sewaktu usia balita sampai remaja, semisal menyaksikan bagaimana ibunya kerap dipukuli/disiksa ayahnya.
Berbekal pengalaman buruk inilah, semasa dewasa ia merasa butuh pendamping yang berbeda atau lebih baik dari ayahnya.
(BACA JUGA: Waduh, Pasangan Mulai Tak Punya Gairah Seks? Coba Deh Beri 7 Amunisi Ini)
Namun dalam pencarian itu, ia tak bisa menemukan nilai-nilai kebaikan pada satu orang, hingga bergaullah ia dengan banyak orang untuk mencari dan terus mencari orang yang dirasa pas.
Padahal, pria yang diidamkan takkan pernah kunjung datang.
Bukankah untuk menemukan orang yang sama persis atau malah bertolak belakang sungguh tak mudah?
Selalu akan ada saja 1-2 pria yang memenuhi kriteria fisik, tapi kepribadiannya meragukan, atau secara aspek kepribadian cocok, tapi aspek lain tak cocok.
Ketidakcocokan ini menimbulkan sederet ketidakpuasan yang mendorongnya mencari dan terus mencari, hingga akhirnya membentuk semacam kebiasaan pada tubuh.
(BACA JUGA: Kenapa Berhubungan Seks Pertama Kali Terasa Begitu Menyakitkan dan Tidak Nyaman?)
Celakanya, kalau ia sudah terpengaruh atau minimal mengenal hubungan seks, kebiasaannya untuk berganti-ganti pasangan makin membuatnya nyandu atau ketagihan seks.
Sama halnya dengan kebiasaan merokok yang bisa menyebabkan ketagihan.
Bukan semata-mata karena nikotin, melainkan pola kebiasaan itu sendiri.
Hingga, kala harus berhenti merokok akan sulit sekali dilakukan. Minimal ia akan tetap pegang rokok meski tak diisap, atau tetap diisap tanpa harus dinyalakan.
(BACA JUGA: Bukan Hanya Mencari Jodoh dan Pasangan Seks, Ternyata Generasi Millennials Pakai Aplikasi Tinder Untuk Ini
Bisa pula hubungan seks ini dipakai sebagai senjata untuk "memancing" pria yang semula dianggapnya sebagai pria idaman.
Hingga bisa dikatakan, dorongan seks yang berlebihan sebetulnya merupakan pemuasan kejiwaan belaka.
Kasus serupa bisa pula dialami pria.
Hanya saja, si Buyung saat itu melihat bapaknya sering dilecehkan hingga akhirnya dia berusaha membalas dendam pada wanita dengan menyetubuhi siapa saja hanya untuk dicampakkan begitu saja.
Hingga gonta-ganti pasangan dijadikan sarana untuk mencari kenikmatan psikis yang bisa memuaskan nafsu balas dendamnya. (*)
Penulis | : | Ridho Nugroho |
Editor | : | Ridho Nugroho |