“Jika digunakan pada roti, shortening ini akan membuat adonan roti jadi empuk, dan bertekstur halus” jelas penulis buku Bisnis Roti, yang diterbitkan oleh Penebar Swadaya ini kepada Grid.ID.
Tapi harus dipastikan, shortening dari hewani harus dari bahan yang halal, lanjutnya ketika diwawancara.
Sementara itu, Dr Ir Nurheni Sri Palupi, M.Si dari Divisi Biokimia Pangan dan Gizi, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institute Pertanian Bogor kepada Grid.ID menjelaskan, produk shortening dari hewani yang biasa digunakan berasal dari sapi dan domba.
Di luar negeri, produk shortening terbuat dari babi, karena bahannya mudah didapatkan, dan kandungan lemaknya tinggi, sehingga secara ekonomis lebih murah.
Tapi, karena termasuk yang diharamkan oleh agama, di Indonesia tidak menggunakan shortening dari lemak babi.
Sedangkan shortening dari minyak nabati biasaya terbuat dari minyak sawit.
“Secara kasat mata, memang sulit membedakan roti yang mengandung shortening lemak babi atau tidak, karena hingga kini belum ada rapid test,” ujarnya.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan menggunakan uji laboratorium.
“Bisa saja roti yang empuk memang menggunakan bahan shortening yang karakteristik lemaknya memang lembut,” tambah Nurheni.
Dilihat dari fungsinya, shortening ini mirip dengan margarine, yakni melembutkan tekstur makanan.
Meski secara kasat mata sulit dirasakan, namun bedanya, kalau margarine mengandung air, maka shortening tidak mengandung sama sekali.
Yang paling mudah untuk membedakan adalah warnanya. Margarin lebih berwarna kuning, sedangkan shortening berwarna putih. (*)