Seorang petugas dari kelompok pegiat hak asasi Human Rights Watch, Ole Solvang, mengatakan, Pemerintah Suriah biasanya memenjara mereka yang keluar dari wilayah ISIS.
"Laki-laki (yang bersama kami) tak ada yang pernah berperang bersama ISIS," kata Dilfansyah.
"Kami semua benci sama mereka dan kami tertipu oleh mereka. Kami ingin ke luar dari ISIS, lebih dari setahun lalu, namun baru bisa menemukan jalan ke luar sekarang," kata dia.
"Kami di sini sudah tiga minggu, dan ingin sesegera mungkin kembali ke Indonesia," kata perempuan yang mengharapkan bantuan dari Pemerintah Indonesia itu.
Menurut Solvang, ada sekitar 12.000 orang di kamp Ain Issa, dan sebagian besar adalah warga Suriah yang menyelamatkan diri dari perang antara pemerintah melawan ISIS.
Sebagian kecil dari mereka adalah keluarga asing, termasuk dari Indonesia, Tunisia, dan juga dari Rusia, kata Solvang.
Solvang mengaku sudah bertemu dengan sembilan perempuan Indonesia di Ain Issa.
"Mereka mengatakan ingin kembali ke Indonesia tapi menunggu lima pria yang pergi bersama mereka. Kelima pria berada di penjara Kobane, jadi terpisah waktu keluar."
"Saya tak tahu mengapa (mereka dipenjara), tapi sering terjadi bahwa pemerintah menahan orang yang keluar dari Raqqa dan diperiksa apakah mereka angggota ISIS atau terkait dengan organisasi terkait ISIS."
"Sebagian orang asing yang kami tanyakan mengaku pergi ke Raqqa tanpa menyadari apa itu ISIS. Setelah itu mereka ingin ke luar tapi tak bisa."
"Ada yang suaminya ISIS, tapi kami tak bisa pastikan," kata Solvang lagi.
Solbang juga mengatakan kondisi di kamp saat ini sangat panas dengan suhu yang mencapai 45 derajat celcius.