Grid.ID - Tak sedikit relawan yang sebelumnya begitu bersemangat bergabung bersama ISIS, akhirnya menyesal dan ingin minggat.
Yang mengejutkan, di antara mereka ternyata ada seorang wanita Indonesia bernama Dilfansyah Rahmani.
Selama tiga minggu terakhir, dia berada di kamp pengungsi Suriah, Ain Issa.
Dilfansyah mengaku bahwa dia telah ditipu.
( BACA JUGA : Hukum Anaknya Bagai Tawanan Perang, Mengejutkan, Ayah ini Malah Dapat Dukungan dari Netizen )
Semula jatuh cinta, ia kini merasa benci dengan kelompok teroris tersebut.
Dilfansyah pun mengungkapkan kerinduannya untuk kembali ke Tanah Air.
Dilfansyah Rahmani yang berada bersama sembilan perempuan lain, dan tiga anak-anak di kamp pengungsi itu merekam suaranya.
Hal itu dia lakukan dengan bantuan petugas di kamp itu Omar Allouche, yang mengirimkannya kepada BBC.
( BACA JUGA : Baru 7 Tahun Sudah Six Pack Begini, Kisah Latihan dan Perjuangannya Bikin Ngilu )
Dilfansyah mengatakan, lima laki-laki yang pergi bersama mereka saat ini berada di penjara Kobane, Suriah.
Namun, Dilfansyah tak merinci lebih lanjut penjelasannya itu.
Seorang petugas dari kelompok pegiat hak asasi Human Rights Watch, Ole Solvang, mengatakan, Pemerintah Suriah biasanya memenjara mereka yang keluar dari wilayah ISIS.
"Laki-laki (yang bersama kami) tak ada yang pernah berperang bersama ISIS," kata Dilfansyah.
"Kami semua benci sama mereka dan kami tertipu oleh mereka. Kami ingin ke luar dari ISIS, lebih dari setahun lalu, namun baru bisa menemukan jalan ke luar sekarang," kata dia.
"Kami di sini sudah tiga minggu, dan ingin sesegera mungkin kembali ke Indonesia," kata perempuan yang mengharapkan bantuan dari Pemerintah Indonesia itu.
Menurut Solvang, ada sekitar 12.000 orang di kamp Ain Issa, dan sebagian besar adalah warga Suriah yang menyelamatkan diri dari perang antara pemerintah melawan ISIS.
Sebagian kecil dari mereka adalah keluarga asing, termasuk dari Indonesia, Tunisia, dan juga dari Rusia, kata Solvang.
Solvang mengaku sudah bertemu dengan sembilan perempuan Indonesia di Ain Issa.
"Mereka mengatakan ingin kembali ke Indonesia tapi menunggu lima pria yang pergi bersama mereka. Kelima pria berada di penjara Kobane, jadi terpisah waktu keluar."
"Saya tak tahu mengapa (mereka dipenjara), tapi sering terjadi bahwa pemerintah menahan orang yang keluar dari Raqqa dan diperiksa apakah mereka angggota ISIS atau terkait dengan organisasi terkait ISIS."
"Sebagian orang asing yang kami tanyakan mengaku pergi ke Raqqa tanpa menyadari apa itu ISIS. Setelah itu mereka ingin ke luar tapi tak bisa."
"Ada yang suaminya ISIS, tapi kami tak bisa pastikan," kata Solvang lagi.
Solbang juga mengatakan kondisi di kamp saat ini sangat panas dengan suhu yang mencapai 45 derajat celcius.
Dalam rekaman yang didapat BBC Indonesia 23 Juni lalu, Dilfansyah mengatakan, "kondisi kami di sini juga banyak yang sakit sakitan, uang semakin menipis."
Kamp Ain Issa berada sekitar 50 kilometer di utara Raqqa, yang saat ini digempur oleh pasukan pemerintah Suriah dengan bantuan militer Amerika Serikat.
Ribuan orang ke luar dari Raqqa, dan banyak yang ditampung di Ain Issa.
Kepada kantor berita AFP pertengahan Juni, Dilfansyah mengatakan, apa yang dilakukan ISIS sebagai kebohongan.
"Semua bohong, ketika kami memasuki wilayah ISIS, masuk ke negara mereka, yang kami lihat sangat berbeda dengan apa yang mereka katakan di internet."
Jenan Moussa, reporter televisi Arabic Al Aan, yang berkunjung ke kamp itu akhir Juni lalu, melalui akun Twitter-nya, mengaku bertemu dengan perempuan asal Indonesia itu.
Menurut Jenan, seorang perempuan Indonesia mengatakan kepadanya, bahwa ia tertipu.
"Dia mengatakan kepada saya, ISIS menipu kami dengan propaganda," ujar Jenan.
Lalu Jenan ganti bertanya : "Anda melihat video pemenggalan kepala dan memutuskan bergabung dengan ISIS?"
Setelah itu, menurut Jenan, wanita Indonesia itu hanya terdiam. (*)
Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul : Wanita Indonesia yang Datangi ISIS Merasa Ditipu dan Ingin Pulang
(Aji)
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri