Banyak penelitian yang mengungkapkan bahaya mie instant jika dikonsumsi terus menerus.
Menurut World Instant Noodles Association (WINA), setidaknya ada sekitar 52 negara di seluruh dunia yang mengkonsumsi 97,7 miliar porsi mi per tahun.
Konsumen mi tertinggi adalah China dan Hong Kong, yang mengkonsumsi sekitar 40,43 miliar porsi per tahun.
Setelah itu, diikuti oleh Indonesia dengan porsi konsumsi sebanyak 13,20 miliar porsi per tahun.
Pasca Dinyatakan Pailit, Ternyata Lah Kok Sudah Selama Ini Pabrik Nyonya Meneer Nggak Beroperasi
— Grid.ID (@grid_id) August 5, 2017
https://t.co/OP2I1nqSHr
Studi yang dilakukan tim dari Baylor University dan Harvard yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition mengungkapkan, bahwa sering mengonsumsi mi instan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Para periset menganalisa pola makan dan kesehatan 11.000 warga Korea Selatan yang berusia antara 19 dan 64 tahun.
Didapati bahwa wanita Korea Selatan berisiko tinggi menderita sindrom metabolik karena jumlah mi ramen yang mereka konsumsi.
Anehnya, hasilnya berbeda pada peserta pria, yang oleh para ilmuwan dikaitkan dengan perbedaan biologis antara jenis kelamin.
Sindrom metabolik merupakan sebuah kondisi yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah, yang menyebabkan risiko diabetes, stroke atau penyakit jantung lebih tinggi.
Raditya Dika Posting Foto Bareng Raffi Ahmad di Mobil Rp 40 Milyar, Hehehe...Baca Deh Cuitan @DitjenPajakRI
https://t.co/4hvvWujxYd— Grid.ID (@grid_id) August 5, 2017
Zat yang ditemukan dalam mi instan maupun ramen disebut Tertiary-butyl hydroquinone (TBHQ), zat tersebut digunakan industri untuk mengawetkan olahan makanan-makanan murah.
Studi terpisah yang dilakukan di India, Otoritas Keamanan dan Standar Makanan India (FSSAI) menemukan kontaminasi timbal dalam mi instan yang lebih tinggi dari standar keamanan pangan.
Di Korea Selatan, Korea Food and Drug Administration (KFDA) menemukan zat penyebab kanker yang dikenal dengan Benzopyrene dalam enam merek mi yang dibuat oleh Nong Shim pada tahun 2012. Penemuan tersebut menyebabkan penarikan kembali produk-produk baik lokal maupun luar negeri. (*)
Penulis | : | Alfa Pratama |
Editor | : | Alfa Pratama |