Dia mendengarkan lebih dari 60 buku selama dirawat di rumah sakit.
People's Daily melaporkan Lou menulis surat wasiat terakhirnya saat dia masih memiliki kesadaran penuh.
Dia menulis, "Setelah saya meninggal dunia, saya ingin menyumbangkan kepalaku untuk dipelajari secara medis dan berharap penyakit ALS bisa segera diatasi sehingga penderita penyakit ini bisa menyingkirkan rasa sakitnya. Tolong ikuti kata-kata saya: saya juga ingin menyumbangkan semua organ saya yang lain kepada pasien yang membutuhkan, selama itu dapat membantu menyelamatkan nyawa mereka."
Dengan pedih orang tuanya menandatangani surat wasiat itu.
Dia juga tidak ingin dimakamkan.
Lou menyumbangkan seluruh organ tubuhnya pada 9 Oktober.
Wanita muda tersebut juga menyatakan bahwa dia tidak menginginkan pemakaman, tapi lebih memilih abunya disebarkan di Sungai Yangtze.
(Baca: Aduhai! Menantu Cantik SBY, Annisa Pohan Pakai Tas ala Anak Kos, Seperti Apa ya Penampilannya?)
Dia berkata, "Tolong biarkan saya pergi dengan tenang, tanpa jejak, seolah-olah saya belum pernah berada di dunia ini."
Salah satu kalimat paling pedih yang dia tulis dalam surat wasiatnya berkata, "Makna hidup tidak ditentukan oleh berapa lama atau hidup pendek. Sebaliknya, itu diukur dari kualitas kehidupan seseorang."
Kalimat itu sungguh berbicara karena Lou meninggal saat masa depan yang cerah ada di depan mata.
Cerita Lou menyentuh hati banyak orang sehingga pendukungnya berhasil mengumpulkan Rp 2 miliar untuk membantu biaya perawatan Lou.
Meski telah tiada, senyum dan wajah Lou yang cerah akan diingat oleh banyak orang. (*)