Kajian itu menguatkan riset sebelumnya oleh A. Koulali dari Australian National University (ANU) pada 2016 tentang keberadaan jalur patahan di Pulau Jawa.
Catatan sejarah menunjukkan, gempa kuat pernah terjadi di Jakarta pada 22 Januari 1780 yang guncangannya dirasakan hingga tenggara Sumatera dan Jawa Barat. Gempa ini diperkirakan berkekuatan M 8,5.
Baca Juga : Usai Terjerat Kasus Prostitusi, Ruben Onsu Ingin Ketemu Vanessa Angel Secara Langsung
Kajian Nguyen dan tim dari ANU (2015) menyebutkan, gempa pada 1780 kemungkinan sumbernya di sesar Baribis atau di lengan lempeng karena luasnya dampak guncangan.
Endra menyebutkan, gempa berkekuatan M 8,5 minimal dipicu oleh patahan dengan panjang 350 kilometer. Padahal, daerah regangan yang ditemukan di selatan Jakarta hanya meliputi 50 km, yang setara dengan bangkitan gempa M 7,1.
Ada dua kemungkinan, pertama, gempa tahun 1780 tak terkait dengan sesar Baribis. Kedua, sesar di selatan Jakarta berbeda dengan patahan Baribis, tetapi merupakan patahan tersendiri seperti studi Marliyani (2016).
"Dibutuhkan kajian lebih mendalam, terutama dengan memasang GPS lebih rapat, dan kombinasi kajian seismik dan observasi geologi. Melihat risikonya, ini seharusnya jadi prioritas ke depan," katanya.
Kajian Arthur Wichman (1918) juga menyebut, gempa amat kuat dirasakan di Jakarta pada 5 Januari 1699, pukul 01.30. Selain merobohkan banyak bangunan, gempa itu menyebabkan longsor besar di Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak, Jawa Barat.
Menurut Endra, jarangnya kejadian gempa di Pulau Jawa termasuk di Jakarta, dibandingkan Sumetara,bisa dibaca sebagai terjadinya pengumpulan energi. Semakin lama tidak gempa, potensi gempa ke depan bisa semakin besar.
Baca Juga : Gempa Bumi 5,4 SR Guncang Jawa Barat, Begini Penjelasan dari BMKG
Sesar Lembang
Mudrik R. Daryono, peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, risetnya membuktkan keaktifan sesar Lembang di utara Kota Bandung.
Kajian ini menunjukkan, kecepatan pergerakan sesar Lembang mencapai 1,95 – 3,45 milimeter per tahun.
Dengan panjang patahan hingga 29 km, potensi gempa yang bisa dihasilkannya sebesar M 6,5 – 7 dengan waktu perulangan sekitar 170 – 670 tahun.
Mudrik juga melakukan uji paritan untuk mengetahui paleoseismik dan menemukan bukti minimal adanya tiga gempa besar di jalur patahan ini, yaitu abad ke-15, 2300 sebelum Masehi, dan 19.620 – 19.140 tahun yang lalu.
"Tiga gempa besar di masa lalu ini hanya yang ketemu dari uji paritan secara manual. Perlu uji paritan lebih besar menggunakan mesin ekskavator dan pembelian lahan yang tentunya lebih mahal untuk mengetahui perulangan gempa lebih banyak lagi," kata Mudrik.
Akan tetapi, dari kajian yang dilakukan, cukup menjadi dasar pentingnya melakukan upaya mitigasi untuk mengantisipasi ancaman ke depan. Selain kepadatan penduduk di sekitar zona patahan, dampak guncangannya ke Bandung juga bisa memicu bencana ikutan.
"Dengan publikasi ini saya mengharapkan penelitian ikutannya tentang kemungkinan likuifaksi dan amplifikasi gempa serta dampak lainnya di kawasan Bandung dan sekitarnya," ungkapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews dengan judul, “Hasil Riset Ahli Ungkap Potensi Gempa Besar di Pulau Jawa, Termasuk Jakarta dan Bandung”
Tangis Nunung Pecah saat Singgung Soal Kariernya di Dunia Hiburan, Sebut Perannya Kini Sudah Tergantikan
Source | : | tribunnews |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |