"Saya iseng-iseng mencari lalu riset dan ternyata, data compression belum begitu berkembang, ya lalu muncul ide untuk meneliti karena dampaknya luas juga," katanya.
Sejak kelas 1 SMA, Farrel melakukan penelitian lebih serius tentang data compression.
Setelah kurang lebih satu setengah tahun, remaja kelahiran Yogyakarta, 1 Januari 2000, ini berhasil menciptakan penelitian yang diberi judul "Data Compression Using EG and Neural Network Algorithm for Lossless Data".
Hasil penelitiannya itu lalu diajukan ke ajang kompetisi di Indonesia baik regional maupun nasional.
Sebab, menurutnya, belum ada orang Indonesia yang meneliti secara khusus mengenai data compression, padahal dampak positifnya begitu besar.
Namun, upayanya itu tidak membuahkan hasil. Diajukan sejak tahun 2016, proposal penelitian milik Farrel selalu ditolak. "Ya, kalau dihitung sampai 11 kali tidak diterima," katanya.
Penolakan itu tidak membuat Farrel berkecil hati. Justru hal itu malah membuat semangat remaja berkacamata itu kian membara. Dia terus berusaha menyempurnakan penelitiannya baik dari sisi teori hingga penulisannya. Sebab, remaja kelahiran Yogyakarta ini yakin suatu saat penelitiannya akan diterima.
"(Saya) tidak menyalahkan panitia, tetapi diri saya sendiri dan mengevaluasi. Mungkin cara saya menyampaikannya kurang tepat sehingga mereka sulit memahami, jadi terus disempurnakan sampai-sampai membuat delapan versi," ujarnya.
Pantang menyerah
Belasan kali gagal tak membuat Farrel menyerah. Sebab, prinsip hidupnya, menyerah bukanlah solusi dan menyerah adalah kesalahan dalam hidup. Karenanya, dalam kamus hidup Farrel tidak ada kata menyerah.
"Thomas Alva Edison 1.000 kali gagal, mosok saya baru 11 kali terus menyerah. Untuk jadi Alva Edison saya butuh 989 kali mencoba, saya hitung terus dan masih lama, masih lama," urainya.
Mulan Jameela Mendadak Posting Kalimat Bijak yang Bikin Merinding, Istri Ahmad Dhani Singgung Soal Dosa
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |