Grid.ID – Penantian panjang warga DKI Jakarta untuk memiliki moda transportasi modern kini akhirnya bisa terwujud.
Dengan diresmikannya Moda Raya Terpadu (MRT) pada Minggu 24 Maret 2019 kemarin oleh Presiden Joko Widodo, maka MRT resmi beroperasi di Ibu Kota.
Bukan waktu yang singkat untuk warga Jakarta bisa memiliki moda transportasi yang bisa dibanggakan seperti MRT.
Setidaknya, butuh waktu 34 tahun untuk Indonesia bisa memiliki MRT.
Baca Juga : Tragis! Anak Albino di Afrika Jadi Buruan Untuk Diambil Bagian Tubuhnya yang Dianggap 'Bertuah'
Ide pembangunan MRT sudah tercetus sejak 1985 lalu. Saat itu kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), BJ Habibie mencetuskan usulan tersebut.
Setidaknya ada empat studi yang dilakukan Habibie untuk merencanakan pembangunan MRT.
Mulai Jakarta Urban Transport Program (1986-1987), Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989), Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), hingga Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992).
Selang lima tahun, akhirnya studi yang dilakukan pria yang menjadi presiden RI ke-3 itu ditindaklanjuti oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu Sutiyoso.
Selama 10 tahun menjabat sebagai orang nomor satu di Ibu Kota itu, Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso membuat dua studi dan penelitian yang dijadikan landasan pembangunan MRT.
Baca Juga : Kepalanya Nyangkut di Knalpot Motor, Pria ini Bahkan Tak Ingat Apa yang Terjadi
Namun, baru pada era kepemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono rencana pembangunan MRT dijadikan proyek nasional.
Berangkat dari kejelasan tersebut, akhirnya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai bergerak dan saling berbagi tanggung jawab.
Pada 28 November 2006 penandatanganan persetujuan pembiayaan Proyek MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Kyosuke Shinozawa dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang Yusuf Anwar.
JBIC pun mendesain dan memberikan rekomendasi studi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca Juga : 67 Tahun Berkuasa di Inggris, ini Alasan Ratu Elizabeth II Masih Pertahankan Tahtanya Hingga Kini
Telah disetujui pula kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menunjuk satu badan menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini.
JBIC kemudian melakukan merger dengan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Setelah adanya kesepakatan tersebut, Pemprov DKI akhirnya membentuk badan usaha yang bernama PT Mass Rapid Transit Jakarta pada 2008.
Baca Juga : Kota Paling Berbahaya di Dunia ini Ternyata Tetanggaan dengan Indonesia, Hotel Saja Serasa Penjara!
Saat itu, posisi Sutiyoso sebagai gubernur DKI Jakarta telah digantikan oleh Fauzi Bowo (Foke).
Mulanya, jadwal yang dibuat JICA dan MRT Jakarta, desain teknis dan pengadaan lahan dilakukan pada 2008-2009, tender konstruksi dan tender peralatan elektrik serta mekanik pada 2009-2010, sementara pekerjaan konstruksi dimulai pada tahun 2010-2014.
Uji coba operasional rencananya dimulai pada tahun 2014.Namun, jadwal tersebut tidak terpenuhi.
Pada penghujung jabatan Foke sebagai gubernur DKI di 2012, barulah dia meresmikan pencanangan pembangunan proyek MRT tahap I koridor selatan-utara sepanjang 15,7 km dari Lebak Bulus-Bundaran HI.
"Dengan pencanangan ini saya bisa bernapas lega dan kami membuktikan bahwa kami serius dan benar berniat untuk membuatnya. We really meant it," kata Foke saat itu.
Baca Juga : Iki Palek, Ritual Potong Jari yang Dilakukan Suku Dani Setiap Ada Kerabat yang Meninggal
Setelah dicanangkan Foke, akhirnya Joko Widodo yang saat itu menggantikan Foke sebagai gubernur DKI Jakarta melakukan peletakan batu pertama proyek pembangunan MRT.
Prosesi itu dilakukan di tempat yang sekarang menjadi Stasiun (MRT) Dukuh Atas pada 10 Oktober 2013.
Selain itu, Jokowi juga mengubah komposisi pinjaman. Pemprov DKI menanggung 51 persen pembiayaan dan pemerintah pusat menanggung 49 persen.
Selanjutnya aset akan terus dihibahkan kepada Pemprov DKI Jakarta.
Meski Jokowi telah meletakkan jabatannya di DKI Jakarta, pembangunan ini terus berlanjut pada era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Baca Juga : Manfaatkan 5 Benda yang Ada di Rumah, Bisa Tingkatkan Gairah Bercinta dengan Suami
Pada 2015, Ahok melanjutkan proyek tersebut dengan melakukan pembebasan lahan.
Dia memberi insentif kepada pemilik lahan di sepanjang Jalan Fatmawati yang melepas tanahnya demi proyek MRT.
Lalu pada 2017, Gubernur Djarot Saiful Hidayat menandatangani Pergub Nomor 140 Tahun 2017 tentang Penugasan PT MRT Jakarta Sebagai Operator Utama Pengelola Kawasan Transit Oriented Development Koridor Utara-Selatan Fase I MRT.
Hingga akhirnya proyek tersebut baru bisa diresmikan di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Izinkan kami menyampaikan terima kasih kepada para gubernur yang telah ikut mengawal dan mendorong proses MRT ini. Para gubernur pendahulu saya, yaitu Bapak Sutiyoso, Gubernur Fauzi Bowo, Gubernur Joko Widodo, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur Djarot Saiful Hidayat," ujar Anies dalam sambutannya saat peresmian MRT.
Jika dihitung selama 34 tahun itu, artinya Indonesia harus berganti presiden sebanyak lima kali untuk bisa menghadirkan MRT, yakni dari era Presiden Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono dan terakhir Jokowi.
Adapun pergantian gubernur DKI Jakarta-nya terjadi sebanyak delapan kali, yakni dari Soeprapto, Wiyogo Atmodarminto, Soerjadi Soedirdja, Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saiful Hidayat dan terakhir Anies Baswedan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Butuh 6 Presiden dan 9 Gubernur supaya Jakarta Punya MRT"
3 Bulan Nunggak SPP, Siswa SD Duduk di Lantai Jadi Tontonan Teman Sekelas, Pagi sampai Siang Tak Boleh Duduk di Bangku
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |