"Ibu selalu ngomong, kalau saya bawa kamu nak, dagangan saya laris," ungkap Merry sambil terisak tak kuasa menahan tangis.
Baca Juga : Menangis Tersedu, Merry Ceritakan Kisah Perjuangan Sang Ibu Membesarkannya Tanpa Sosok Ayah
"Waktu itu saya masih madrasah. Saya bawa obor malam-malam, dan pasarnya jauh,"
"Saat itu juga kebetulan hanya garam yang bisa dijual,"
"Ibu sempat bilang, nak kamu duduk di sini ya, ini garam kamu. Ibu duduk di situ ya nak, sambil melihat kamu. Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa sama orang,"
"Itu yang saya gak pernah bisa lupa," ungkapnya.
"Saya habis jualan garam itu, kalau udah selesai laku duluan sama ibu dibelikan lontong yang dicampur sama tauge. Saya disuruh makan duluan," imbuhnya.
Baca Juga : Sekarang Berpenampilan Rapi dan Bersih, Andika Kangen Band Malah Ingin Kembali Seperti Dulu
Merantau jauh dari keluarga, Merry tak pernah lupa pesan ibunya.
"Ibu cuma bilang, misal merantau jauh dari ibu jangan aneh-aneh, gak boleh yang nakal-nakal,"
"Kamu kan sudah ibu sekolahkan di pesantren, kamu sudah punya bekal, kamu tau mana baik dan buruk,"
"Yang buruk dijauhi, yang baik ya dilakukan supaya kamu jadi orang sukses," ungkap Merry menirukan kata-kata ibunya.
Meskipun tinggal jauh dari sang ibu, Merry selalu berusaha menyempatkan waktunya untuk menjalin komunikasi.
Minimal ia akan menghubungi sang ibu sehari sekali, kadang dipagi hari atau malam lepas maghrib.
(*)
Penulis | : | Nesiana Yuko Argina |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |