Grid.ID - Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia mengundang keprihatianan berbagai pihak.
Untuk mencegah kejadian tersebut tidak terus berkembang dan memakan banyak korban jiwa, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) serta Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menghimbau kepada semua orangtua untuk segera membawa anaknya ke rumah sakit untuk mendapatkan imunisasi tambahan.
“Saya himbau agar orangtua segera membawa anaknya ke rumah sakit atau pos kesehatan agar wabah ini tidak terus berkembang,” kata ketua Umum PB IDI, Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG (K) dalam jumpa pers menyikapi KLB Difteri di kantor IDI Pusat, Senin (18/12).
Acara dihadiri oleh ketua PP IDAI, DR. Dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K) serta Ketua PP PAPDI Prof. DR.Dr. Idrus Alwi, SpPD (K).
dijelaskan bahwa difteri adalah sakit yang sangat berbahaya yang proses penularannya sangat cepat dan menimbulkan kematian dengan cepat pula.
Syarat tercapainya kekebalan komunitas yakni dengan memberikan cakupan imunisasi yang tinggi serta terus menerus. Untuk memenuhi syarat tersebut seharusnya pelaksanaan imunisasi ditargetkan 100 persen.
“Karena harus memenuhi 100 persen berarti semua anak di wilayah Outbreak Response Immunization (ORI) yakni kawasan yang terkena wabah difteri harus mendapat imunisasi tambahan sedang yang diluar ORI harus mendapat imunisasi yang cukup sesuai umur,” tambah ketua IDI.
Pihak IDI melihat bahwa kejadian wabah difteri bisa terjadi karena cakupan imunisasi ke berbagai daerah belum merata serta belum sesuai target.
Ketidakmerataan itu sendiri dipicu oleh beberapa faktor diantaranya pendapat yang kelisur masyarakat mengenai vaksin itu sendiri, serta kekhawatairan masyarakat terkait efektifitas dan keamanan vaksin bagi anak.
Dalam jumpa pers juga disebutkan bahwa menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 ada sebagian orangtua tidak mengijinkan anak imunisasi dengan berbagai alasan.
Diantaranya, takut anak menjadi demam, anak sakit-sakitan sehingga tidak sempat dibawa ke tempat imunisasi, bahkan ada kelompok tertentu yang justru menolak imunsasi dengan berbagai alasan.
Dengan terjadinya KLB difteri tersebut pada 11 Desember 2017 dimulai rangkaian kegiatan ORI sebagai upaya penanggulangan karena sesuai data sampai Nopember 2017 wabah difteri sudah menyebar di 23 propinsi di Indonesia.
Kegiatan imunisasi itu wajib diikuti oleh anak usia 1- <19 tahun yang tinggal di daerah KLB sementara anak-anak dan orang dewasa yang tinggal diluar KLB diharap melengkapi stataus imunisasi difteri sesuai usia.
Hingga saat dari 120 kota dan kabupaten sudah 38 anak meninggal dunia dan 600 anak dirawat di rumah sakit.
Dari catatan Kartu Menuju Sehat (KMS) serta buku catatan imunisasi diketahui bahwa pasien yang terkena difteri tersebut 70-80 persen imunisasi vaksin DPT dan DT tidak lengkap.
“Padahal yang disebut lengkap itu sampai usia 2 tahun imunisasi DPT 4 kali, sampai umur 5 tahun imunisasi 5 kali sampai usia kurang dari 19 tahun DPT, DT, TD total 8 kali."
"Umumnya selama ini sampai usia sekolah DPT hanya 3-4 kali itu sebabnya KLB difteri banyak menimpa anak umur 5-10 tahun,” timpal ketua IDAI DR. Dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K).
Dokter Aman menyampaikan bahwa saat ini penyakit-penyakit yang dulu sudah dinyataklan menghilang sekarang muncul lagi sehingga saat ini IDAI kembali mengintruksikan bahwa program imunisasi harus segera digalakkan karena sudah terbukti manfaatnya.
“Selan itu kami menghimbau agar kelompok antivaksin menghentikan kegiatannya. Karena pelaksanaan imunisasi sifatnay wajib sesuai dengan UU Kesehatan, UUPA, dab Permenkes,” tambah dr. Aman.
Dalam kesempatan yang sama PAPDI juga mengingatkan kembali perlunya imunisasi ulang DPT pada orang dewasa. Imunisasi ulang untuk dewasa perlu dilakukan 10 tahun sekali.
“Orang dewasa kelompok risiko tinggi terkena difteri adalah petugas poliklinik perawatan anak, petugas gawat darurat, guru pendamping anak, dan anggota keluarga yang salah satu anaknya terkena difteri. Karena itu orang dewasa pun seharusnya segera melakukan imunisasi pula,” jelas Ketua PP PAPDI Prof. DR.Dr. Idrus Alwi, SpPD (K).
Ketua IDI kembali mengingatkan apabila masyarakat ragu dengan vakisnasi maka sebaiknya segera berdiskusi dengan dokter spesialis anak atau petugas kesehatan terdekat untuk mendapat penjelasan yang mamadai.
Gandhi Wasono M.