Lembaga itu juga memiliki peran besar terhadap penentuan awal Ramadhan.
"Kedua belah pihak menentukan perhitungan dengan caranya masing-masing," kata Martina mengawali diskusi yang digelar Rumah Budaya Kratonan bekerja sama dengan IAIN Surakarta pada Sabtu (11/5/2019) sore.
Baca Juga: Ayu Ting-Ting Ketahuan Comot Foto Orang Saat Liburan di Turki, Pemilik Asli Beri Teguran Keras!
Kabar ini juga dipertegas dalam berita yang terekam dalam koran Berita Nahdlatul Ulama (BNO) edisi 1 November 1937 yang memuat maklumat Awal Ramadhan 1356 Hijriah.
Selain penetapan melalui mekanisme tersebut, ternyata awal Ramadhan juga disambut masyarakat dengan bunyi-bunyian yang sangat keras.
"Jadi dengan meriam, petasan, mercon dan anak-anak bikin menggunakan pelepah pisang. Pokoknya bunyian yang keras-keras untuk menandakan awal Ramadhan," ucap Martina.
Tak hanya ada di Jawa, tradisi seperti ini juga ada di Sumatera, terutama Sumatera Utara yang terdengar tiga kali tembakan meriam menandai awalnya bulan Puasa.
Baca Juga: Hujan Berlian di Planet Jupiter dan Saturnus, Jadi Rahasia Alam yang Terungkap!
Libur sekolah
Selain tradisi penentuan awal Ramadhan yang dikaitkan dengan bunyi-bunyian keras, ternyata pada masa penjajahan juga telah ada tradisi libur sekolah selama Ramadhan.
Pada masa Kolonial Hindia Belanda, ada wacana untuk meliburkan sekolah selama Ramadhan. Langkah ini merupakan usulan dari Dr N Adriani selaku Penasehat Urusan Bumiputra.
"Dr Adriani sangat memperhatikan umat Islam ketika itu dan memberi saran kepada Directuur Dienst der Onderwijs, Eeredienst an Nijverheid (Kepala Departemen Pendidikan, Keagamaan dan Kerajinan) untuk meliburkan sekolah-sekolah," ujar Martina.
Nyesek, Abidzar Al Ghifari Sampai Lakukan Ini Demi 'Hadirkan' Mendiang Uje di Pernikahan sang Adik, Umi Pipik Auto Mewek
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |