Grid.ID - Sebuah cerita pilu datang dari Mama Maria Da Silva (34).
Mama Maria Da Silva ibu dari dua orang anak yang rela jadi tulang punggung keluarganya.
Mama Maria Da Silva ini merupakan warga Dusun Kloang Aur, Desa Watu Diran, KEcamatan Waigete, Kabupaten Sikka Flores, NTT.
Mama Maria mungkin menjadi salah satu dari bagian masyarakat tanah air yang belum bisa merasakan kesejahteraan hidup.
Baca Juga: Tak Melulu Enak, Kisah Pilu Pekerja Asing yang Dirantai Hingga Dipaksa Kerja 12 Jam!
Diberitakan Kompas.com, Mama Maria ini hanya tinggal di sebua gubuk reyot yang bahkan kondisinya bisa dibilang sudah tak layak huni.
Mama Maria tinggal di gubuk tersebut bersama dengan kedua anaknya, tanpa ditemani oleh sang suami.
Merujuk artikel terbitan Kompas.com, suami Mama Maria disebutkan telah pergi merantau selama 6 tahun.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Mama Maria.
""Suami saya pergi merantau 6 tahun yang lalu. Tetapi tidak pernah kirim uang untuk kami. Untuk kasih kabar melalui telepon pun tidak."
Wanita 34 tahun itu mengungkapkan jika tujuan suaminya merantau adalah mencari biaya untuk memperbaiki rumah mereka.
"Dulu dia jalan supaya bisa perbaiki rumah dan ekomomi keluarga," jelas Mama Maria seperti yang Grid.ID kutip dari Kompas.com.
6 tahun merantau, Fransiskus, suami Mama Maria pun tak terdengar kabarnya lagi. Ia pun tak pernah mengirimkan uang pada keluarganya.
"Jadinya rumah kami tetap begini. Sekarang sudah miring. Mau perbaiki tidak ada uang. Saya hanya bisa cari uang untuk makan anak-anak saja," sambung Maria.
Dengan kondisinya yang seperti ini, membuat ibu dua anak itu bekerja banting tulang menggantikan peran sang suami.
Ia bekerja apa saja dan rela dibayar dengan upah per hari untuk menafkahi dan membayar uang sekolah kedua anaknya.
"Untuk bisa beli beras, pakaian dan bayar uang sekolah anak-anak, saya harus cari kerja di orang yang upahnya per hari."
"Kalau tidak ada itu, kami makan ubi dari kebun. Uang sekolah anak-anak juga sering terlambat bayar," jelas Maria.
Kesulitan lain yang dialami Maria dan kedua anaknya adalah, tidak adanya aliran listrik di gubuk mereka. Hal tersebut disebabkan karena mereka tak mampu membeli meteran.
Untuk mengatasi masalah ini, Maria menggunakan pelita sebagai alat penerangan di gubuknya saat malam hari.
"Rumah saja kita tidak bisa perbaiki. Apalagi mau beli meteran," tutur Maria.
"Kadang kalau tidak ada lampu, kami andalkan nyala api saja untuk terang saat makan malam. Anak-anak jadinya tidak bisa belajar" cerita Maria.
Namun, kondisi ini tidak membuat anak sulung Maria yang bernama Maria Lanti mengeluh.
Ia mengaku tetap rajin belajar, bahkan dirinya berhasil menyabet juara 1 di kelas juara 1 umum di sekolah.
"Kemarin saya juara 1 kelas dan juara 1 umum di sekolah. Saya harus rajin belajar dan terus sekolah untuk bahagiakan mama. Saya cita-cita jadi guru. Dan mimpi saya nanti harus diwujudkan. Saya mau sekolah terus," pungkas Maria Lanti.
Melihat kondisi Maria, pemerintah setempat dalam hal ini Kepala Desa Watu Diran Maxentius Maxmulianus menjelaskan langkah yang diambil untuk Mama Maria.
Pemerintah desa sudah merencanakan, di tahun 2020, Mama Maria mendapat bantuan perumahan.
"Itu sudah pasti. Mereka salah satu yang dapat bantuan rumah tahun depan. Itu nanti mulai dari bahan-bahan sampai jadi rumahnya. Mereka terima bersih saja. Paling urus makan minum tukang saja," kata Maxentius. (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maria Andriana Oky |
Editor | : | Maria Andriana Oky |