Grid.ID- Selama bertahun-tahun, sampah daur ulang yang dikumpulkan dari rumah tangga di Inggris dan negara-negara Barat lainnya diekspor.
Strategi ini memungkinkan negara-negara ini terus tidak memikirkan mengenai cara konsumen membeli barang dan membuang semua kemasan dan wadah yang tidak lagi dipakai.
Selama ada pengumpulan rutin untuk kertas, logam dan plastik daur ulang, ke mana sampah ini pergi dan apa yang terjadi padanya tidak begitu dipertimbangkan.
Akan tetapi, kebiasaan ini harus diubah sekarang.
Baca Juga: Tidak Setenar Sunan Kalijaga, Ternyata Ayah Taqy Malik Bukan Orang Biasa!
Beberapa tahun yang lalu, Cina tersadarkan akan dampak lingkungan akibat keputusannya menerima buangan sampah daur ulang dari negara lain untuk dipilah, diproses, dan digunakan dalam pembuatan barang baru.
Peraturan Cina yang lebih keras mulai berlaku pada 2018. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas daur ulang yang diimpor.
Ini seharusnya menjadi peringatan bagi negara-negara Barat untuk mengubah cara sampah daur ulang dikumpulkan dan diproses demi meningkatkan kualitasnya.
Akan tetapi, tampaknya tidak ada yang berubah, selain memindahkan tujuan negaranya. Alih-alih mengekspor ke Cina, sampah daur ulang lantas diekspor ke beberapa negara Eropa Timur dan berbagai negara Asia lainnya, termasuk Malaysia dan Filipina.
Baca Juga: Miss V Terasa Terbakar Saat Buang Air Kecil, Jangan Disepelekan Bisa Jadi ini Penyebabnya!
Perselisihan berlangsung beberapa tahun belakangan karena Kanada mengekspor sampah berkualitas rendah ke Filipina sehingga berujung Filipina mengembalikan limbah tersebut.
Negara lain juga akan mengikuti langkah Filipina tersebut ini. Hal ini tidak menjadi solusi karena sampah tersebut tetap pergi ke suatu tempat.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |