Di kegelapan, banyak kawah serta bagian lain yang tidak terlihat, dan saat gerhana normalnya area di sekitar kawah 'bersinar' karena bebatuan masih hangat," kata Paul Hayne, peneliti dari University of Colorado Boulder.
Seberapa cepat dan lambatnya permukaan kehilangan panas tergantung pada ukuran bebatuan dan karakteristik material, termasuk komposisinya.
Penelitian jangka pendek melalui fenomena gerhana ini akan memberikan informasi detail lain mengenai material-material halus dan lapisan teratas regolith.
Lantas peneliti akan membandingkan hasil tersebut dengan data yang sudah dikumpulkan oleh Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO), pesawat robot ruang angkasa NASA yang punya tugas mengeksplorasi Bulan.
(Baca Juga: Tak Mau Tarik Ulur, Ternyata Seperti Ini Gaya Pacaran Krystal f(x) Saat Masih Dengan Kai EXO!)
Penelitian panjang yang sudah dilakukan sejak 2009 ini juga sudah mengungkap informasi mengenai sejumlah besar permukaan regolith.
Dengan membandingkan dua jenis pengamatan tersebut, tim dapat melihat variasi di area tertentu, misalnya wilayah bulan yang disebut dengan Reiner Gamma.
Informasi semacam ini berguna untuk tujuan praktis seperti mencari pendaratan yang sesuai. Selain itu, juga membantu peneliti memahami evolusi permukaan bulan.
"Studi ini akan membantu kami menceritakan bagaimana perubahan yang terjadi di permukaan Bulan melalui fase geologis," kata Petro.
Berita ini pernah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tak Hanya Jadi Peristiwa Langka, Ini Pentingnya Super Blue Blood Moon untuk Dunia Astronomi.
Penulis | : | Siti Umaiya |
Editor | : | Siti Umaiya |