Sejak 2013, dilaporkan terdapat 24 penjara yang ditutup.
Tindakan itu menuai protes dari para sipir lembaga pemasyarakatan itu.
Mereka sampai "mengimpor" pelaku kriminal dari Norwegia dan Belgia hanya untuk mengisi penjara kosong itu pada September 2016.
Namun, Menteri Kehakiman saat itu, Ard van der Steur mengatakan biaya operasional bagi penjara kosong terlalu besar untuk Belanda.
Adapun studi yang dilakukan pada 2008 mengungkap apa yang menyebabkan angka kejahatan di Belanda bisa terus mengalami penurunan.
Antara lain melonggarkan hukum terkait penggunaan narkoba yang fokus ke rehabilitasi dan gelang pergelangan kaki untuk mengawasi para terpidana sehingga mereka bisa berbaur di masyarakat.
Para terpidana di Belanda tak dibiarkan menghabiskan waktu di penjara sambil menghabiskan biaya negara, mereka malah diberi kesempatan untuk memberi kontribusi bagi masyarakat.
Langkah-langkah ini ternyata secara memuaskan sanggup menurunkan jumlah narapidana di negeri kecil tersebut.
Beberapa penjara di belanda bahkan diubah menjadi pusat kreatif yang disebut Lola Lik.
Tempat tersebut mencakup ruang untuk start-up, sekolah bahasa dan kedai kopi.
Lola Lik juga bertetangga dengan pusat pengungsi Wenckebachweg, di mana hingga 1.000 orang ditawarkan akomodasi.
Para tamu yang ada di pusat kreatif didorong untuk berbagi keterampilan mereka dan belajar kerajinan baru.
Bersamaan dengan proyek ini, kota Amsterdam dan berbagai mitra menandatangani perjanjian yang dirancang untuk membantu pengungsi mendapatkan peluang kerja.
Menurut sebuah laporan yang ditampilkan di Fast Company, inisiatif ini mencerminkan kebijakan Amsterdam untuk secara aktif membina dan mendorong kegiatan yang ditujukan pada para pengungsi. (*)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Penjara Indonesia Penuh Narapidana, Penjara Belanda Malah Butuh Napi Karena Kosong Melompong
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |