Mengutip dari data World Economic Forum (WEF, 2016), Noriyu mengatakan penyakit mental menjadi penyakit kedua tertinggi setelah jantung (cardiovascular) di Indonesia.
Lebih lagi, sebanyak 13,28 persen remaja justru rentan terhadap bunuh diri.
"Kita menumpukan (masa depan) kepada mereka namun kita tidak menjaga kesehatan jiwa mereka. Remaja-remaja yang galau gini harus kita tangani kalau kita ingin mencetak SDM unggul" tegas dokter spesialis kesehatan jiwa itu.
Baca Juga: Raisa Berhasil Buat Galau Penonton Pria di Synchronize Fest 2019
Tak ayal, remaja galau perlu mendapat pendampingan agar tidak muncul ide bunuh diri pada diri generasi bangsa.
Meski begitu, pendiri Kopo Panas Foundation, Prisia Nasution mengatakan pengetahuan masyarakat terkait penderita gangguan jiwa masih sangat minim, dan banyak stigma negatif terkait penderita dengan gangguan jiwa (PDGJ).
“Orang dengan gangguan jiwa jumlahnya sangat tinggi dan terus meningkat setiap tahun sedangkan kehadiran tempat atau badan yang menaungi isu ini jumlahnya tidak seimbang," ujar Prisia.
"Ditambah lagi, stigma negatif mengenai gangguan jiwa, kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan jiwa yang masih sangat minim, bahkan kesehatan jiwa milik mereka sendiri.” imbuhnya.
Ia juga berharap agar lembaga pemerintah dan non-pemerinta mampu bersinergi dalam menangani masalah kesehatan jiwa khusunya di kalangan remaja. (*)
Source | : | Kompas.com,kemenkes.go.id |
Penulis | : | Novita |
Editor | : | Novita |