Di sekitar gubuk reot miliknya ini terdapat tempat mandi berukuran kecil yang hanya ditutup dengan kain sobek.
Saat perut keroncongan karena lapar, nenek Adawiah hanya memasak makanan ala kadarnya jika persedian beras di gubuknya masih ada.
Beberapa tahun lalu, warga yang berempati dengan kondisi nenek miskin sebatangkara ini membangunkan gubuk dari barang-barang bekas.
Agar Adawiah bisa memasak, warga membagunkan dapur kecil dari susunan batu bata yang diletakkan di bawah gubuk miliknya.
Adawiyah tampak gembira saat sejumlah dermawan dan penggiat sosial pagi kemarin ini mendatangi gubuknya. Adawiyah tampak lega saat menerima pemberian beras dari dermawan itu.
Meski hanya makan nasi dan mi instan hari itu, Adawiyah tampak bersykur mendapatkan bantuan.
Menurut warga sekitar, nenek Adawiyah sejak lama mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dideritanya.
Meski pemerintah telah mengucurkan beragam program bantuan untuk warga kurang mampu dan mengalami masalah sosial, nenek Adawiyah justru luput dari bantuan sosial yang seharusnya ia dapatkan. Adawiyah mengaku memang pernah mendapatkan bantuan beras raskin, tetapi tidak rutin dan ala kadarnya.
Nenek rentah ini juga tak mendapat jaminan kesehatan BPJS atau kKartu Indonesia Sehat yang seharusnya menjadi haknya.
“Saya tinggal sudah bertahun tahun, saya tidak senang tingal sama keluarga karena sering dimarahi. Saya biasa diberikan beras sama keluarga atau tetangga. Saya tidak punya KK atau KTP. Saya tidak pernah dapat bantuan,” kata Adawiyah dalam bahasa lakal mandar. (*Kompas.com/Kontributor Polewali, Junaedi)
(Baca: Kisah Nenek Sandra, Tinggal di Rumah Bak Tempat Pembuangan Sampah, Tanpa Listrik, Air dan Perapian)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Nenek Adawiyah yang Hidup dalam Gubuk 1x1,5 Meter
Gunung Raung Erupsi Sehari Sebelum Natal, Pendaki Dengar Suara Ngeri ini dan Buru-buru Selamatkan Diri