Grid.ID - Rabu, (21/03/17) masyarakat yang dilewati garis khatulistiwa di Indonesia dapat mengamati fenomena yang disebut 'hari tanpa bayangan'.
Fenomena ini terjadi dua kali dalam setahun.
Saat 'hari tanpa bayangan' berlangsung, matahari berada tepat di atas ekuator yang menyebabkan bayangan sebuah benda tampak tegak lurus dengan objeknya.
Bayangan itu akan terlihat begitu pendek bahkan tampak seakan tidak ada bayangan sama sekali.
Pada saat yang bersamaan, matahari juga akan menjadi lebih terik.
Nggak Nyangka, Ternyata ini Fungsi Kantung Kecil di Celana Jeans
Peristiwa yang dinamakan vernal equinox ini mencapai puncaknya pada pukul 11:50 waktu setempat, tepat ketika matahari mencapai titik puncak atau kulminasi.
Penyebabnya, kemiringan sumbu rotasi bumi terhadap bidang orbit bumi, menilik keterangan Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin.
Kemiringan itulah yang menyebabkan matahari tampak berubah posisi.
"Ketika posisi matahari di langit sama dengan lintang tempat suatu kota, pada tengah hari, matahari tepat berada di atas kepala sehingga benda tegak bayangannya jatuh di dasar benda tersebut. Bayangan tidak akan tampak," kata Thomas dikutip Grid.ID dari BBC.
Pergeseran periodik matahari itu juga berujung pada perubahan musim.
Hal itu ditandai dengan perubahan suhu di daerah lintang tinggi, perubahan arah angin dan perubahan pembentukan awan.
"Perubahan arah angin dan pembentukan awan tersebut yang menyebabkan perubahan musim di Indonesia dengan adanya musim hujan dan kemarau," jelas Thomas.
Menurut LAPAN, fenomena ini dapat diamati di kota Pontianak, juga daerah lain yang dilalui garis khatulistiwa; misalnya Bonjol, Bontang, Riau, Parigi Moutong, Kepulauan Kayoa, Amberi, hingga Gebe.
Fenomena ini berlangsung dua kali dalam setahun; berikutnya autumnal equinox diperkirakan terjadi pada 23 September mendatang di wilayah yang dilintasi garis khatulistiwa.
Kota di Luar Garis Khatulistiwa Juga Mengalami 'Hari Tanpa Bayangan' Namun ...
Kota-kota di luar garis khatulistiwa juga akan mengalami fenomena 'hari tanpa bayangan', tergantung koordinat lintang wilayahnya dan posisi deklinasi matahari.
"Fenomena tersebut tidak terjadi pada hari yang sama, tergantung dengan posisi lintangnya, dan berdasar perhitungan pergeseran matahari, fenomena tersebut terjadi dua kali dalam setahun," jelas AR. Sugeng Riyadi, Kepala Pusat Astronomi Assalaam, seperti dikutip Grid.ID dari Kompas.com
Untuk Jakarta, fenomena tersebut terjadi pada tengah hari setiap tanggal 4 Maret dan 8 Oktober.
Sementara di Belitung, fenomena terjadi setiap 13 Maret dan 1 Oktober.
Hal serupa juga terjadi di Kota Sabang pada 5 April dan 8 September dan Kota Solo setiap 1 Maret dan 18 Oktober. (*)
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |