Sugiono alias Sugik harus menghadapi proses eksekusi mati akibat perbuatannya.
Sugik merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Surabaya pada 1995 lalu.
Tapi kejaksaan mengalami hambatan dalam melakukan eksekusi pidana mati terhadap Sugik.
Sugik yang saat ini mendekam di Lapas Porong Sidoarjo itu disebut mengalami gangguan jiwa, sehingga kejaksaan tidak bisa memberikan hak-haknya sebelum dilakukan eksekusi mati.
"Yang bersangkutan (Sugik) diajak bicara tidak merespons, dan tim dokter susah berkomunikasi," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mohammad Dhofir saat dihubungi, Selasa (31/12/2019).
Padahal menurut aturan, terpidana mati sebelum dieksekusi harus menjalani proses karantina dan diberi hak menyampaikan permintan terakhir.
"Karena kami anggap mengalami gangguan jiwa, maka eksekusi jadi terhambat. Eksekusi akan dilakukan jika menurut dokter Sugik sehat mental dan tubuhnya," ujar Dhofir.
Sugik adalah satu dari empat terpidana mati yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Dari empat terpidana, hanya Sugik yang secara hukum sudah bisa dieksekusi karena status hukumnya sudah inkrah.
"Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas putusannya sudah ditolak Mahkamah Agung, upaya grasi juga ditolak Presiden. Sementara tiga terpidana mati lainnya masih berproses banding," ucap Dhofir.
Sugik divonis hukuman mati karena terbukti membunuh satu keluarga di Jalan Jojoran Surabaya pada 1995.
Dia membunuh empat orang sekaligus yakni pasangan Sukardjo-Hariningsih serta dua anak bernama Eko Hari Sucahyo dan Danang Priyo Utomo.
Sugik sempat mengajukan grasi ke Presiden Jokowi. Namunm ditolak pada awal 2015.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hendak Dieksekusi Mati, Pembantai Satu Keluarga di Surabaya Tahun 1995 Alami Gangguan Jiwa"
(*)
Viral Rumah Dijual Rp 27 Juta di Yogyakarta, Kondisinya Horor dan Bikin Merinding, Akan Dibeli Joko Anwar?
Source | : | kompas |
Penulis | : | None |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |