Laporan Wartawan Grid.ID, Dewi Lusmawati
Grid.ID – Sebuah kasus endemik penyakit cacing pita (taeniasis) ditemukan di Sumatera Utara.
Tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), Medan, menemukan kasus endemik penyakit cacing pita sebanyak 171 kasus di Nagori (Desa) Dolok, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Dilansir Grid.ID dari Kompas.com, dari kasus itu ditemukan cacing pita sepanjang 10,5 meter.
Pada hari Senin (26/3/2018) Dokter Umar Zein selaku Ketua Tim Peneliti Cacing Pita FK UISU, menyebutkan, penemuan itu bermula dari seorang pasien yang berobat ke kliniknya.
Pasien ini berobat ke klinik milik Dokter Umar Zein pada bulan Oktober 2017 dan mengaku saat buang air besar mengeluarkan potongan-potongan cacing.
(Ngeri, Ditemukan Cacing Menggeliat di Mata Pria Ini Setelah Makan Daging Babi Setengah Matang )
Umar Zein lalu mengajak tim dari FK UISU menuju ke lokasi asal pasien tersebut di Nagori Dolok, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun untuk menindak lanjuti pengakuan itu.
Tim tersebut berangkat pada tanggal 21 Oktober 2017.
Setelah melakukan penelitian beberapa hari, tim memberikan obat untuk dikonsumsi warga.
Setelahnya, pada 2 November 2017, ditemukan kasus serupa saat seorang warga membuang kotoran.
Warga tersebut mengeluarkan cacing pita sepanjang 10,5 meter.
"Bisa jadi ini merupakan cacing pita terpanjang di dunia," ujar Umar.
(Mengerikan, Cacing Pita dan Ribuan Telur Ditemukan di Mata, Kasusnya Terulang Lagi)
Lebih jauh, tim FK UISU menemukan sebanyak 171 kasus serupa.
Dengan cacing pita yang panjangnya beragam, mulai dari 2 meter hingga 8, 6 meter.
"Total yang kami temukan 171 kasus. Ada juga warga yang membuang kotoran yang kemungkinan juga ada cacing pita," terang Umar.
Dia memperkirakan mayoritas warga di 6 desa di Kecamatan Silau Kahean juga terkena pengakit cacing pita.
Penyebab penyakit ini, menurut Umar, berasal dari konsumsi daging babi yang tidak dimasak atau kurang sempurna proses memasaknya.
"Di sini kan ada makanan khas Simalungun, yakni Hinasumba atau Holat yang bahan makanannya dari daging babi yang memang tidak dimasak," terang Umar.
Atas temuan ini, pihak FK UISU melakukan kerja sama dengan tiga universitas asal Jepang dan empat universitas di Indonesia untuk melakukan penelitian.
Ketiga universitas dari Jepang tersebut yaitu Asahikawa Medical University, Joint Faculty of Veterinary Medicine Yamaguchi University, dan Kyoto University.
Sedangkan dari Indonesia adalah Universitas Udayana, Bali, Universitas Brawijaya, Malang, Universitas Sari Mutiara Medan, dan Universitas Methodist Indonesia Medan.
"Tim telah selesai melakukan pemeriksaan molekuler terhadap empat sampel cacing pita asal Kabupaten Simalungun, termasuk draf artikel ilmiah," kata Umar.
Selanjutnya, artikel tersebut dikirim ke WHO guna melanjutkan penelitian atas penemuan endemi taeniasis di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Sembari menunggu dukungan dari WHO, tim FK UISU akan kembali turun ke lokasi yang sama.
(3 Merek Sarden Mengandung Cacing Versi BPOM)
Mereka akan turun ke lokasi tempat pertama kali ditemukan cacing pita di Kecamatan Silau Kahaean.
Sebelumnya, pada bulan Januari 2018, seekor cacing pita yang panjang ditemukan di Singapura.
Dilansir Grid.ID dari The Star, seekor cacing pita sepanjang 2,8 meter ditemukan di usus seorang pasien wanita di rumah sakit Singapura.
Saking panjangnya, bahkan Departemen Mikrobiologi Rumah Sakit Umum Singapura (SGH), harus melipat cacing tersebut sebanyak 18 kali agar bisa difoto. (*)
Penulis | : | Alfa Pratama |
Editor | : | Alfa Pratama |