Laporan Wartawan Grid.ID, Silmi Nur A. Tara
Grid.ID - Wabah virus corona jelas membawa kesulitan bagi seluruh dunia.
Dan hal yang cukup berisiko sepertinya harus dihadapi oleh para frontliner.
Terutama para profesional kesehatan seperti dokter dan perawat.
Qu Lianlian seorang kepala perawat unit perawatan intensif di Rumah Sakit Union Wuhan terpaksa meninggalkan bayinya yang berusia 3 bulan.
Baca Juga: Video Viral, Seorang Pria Singapura Cuci Uangnya agar Terhindar dari Virus Corona
Qu Lianlian meninggalkan banyinya dalam perawatan orang tua dan mertuanya dua minggu lalu setelah dia bergabung dengan rekan-rekannya untuk memerangi wabah corona.
Sejak itu, wanita berusia 36 tahun dan suaminya Cheng Yifeng, yang bekerja sebagai ahli bedah, belum pulang untuk melihat bayi perempuan mereka dan putra mereka yang berusia 7 tahun.
Keduanya telah bekerja di garis depan, frontliner, melawan penularan yang telah merenggut lebih dari 1.700 nyawa di seluruh China pada hari Minggu (16/2/2020).
Rumah sakit tempat kerja Qu LianLian adalah salah satu rumah sakit yang ditunjuk untuk menerima pasien yang terinfeksi yang paling parah.
Karena kurangnya tenaga medis di rumah sakit, Qu LianLian memutuskan untuk memperpendek cuti hamilnya dan kembali bekerja.
Sebagai kepala perawat di ICU, ia harus mengambil tanggung jawab keseluruhan untuk pengawasan aspek administrasi dan klinis di unitnya setiap hari.
Mulai dari mendekati pasien dan keluarga mereka hingga berkomunikasi dengan dokter, dan menyiapkan persediaan medis dan jas pelindung untuk mereka.
"Karena pasien yang dirawat di ICU selalu sakit kritis, kami harus siap untuk menanggapi keadaan darurat kapan saja," katanya, seraya menambahkan bahwa ia dan rekan-rekannya telah bekerja lebih dari 12 jam setiap hari.
Ketika wabah melanda kota, banyak orang panik, tetapi Qu mengatakan kepada tim keperawatannya bahwa mereka harus tenang dan sabar meskipun ada banyak tekanan fisik dan psikologis.
Baca Juga: Masker Susah Dicari, Kostum Jerapah Jadi Solusi Seorang Wanita Tangkal Virus Corona
"Kita tidak bisa mundur karena pasien membutuhkan kita."
"Kita harus tetap kuat selama masa sulit ini. Itu tanggung jawab kita," katanya.
Namun, sebagai seorang ibu dalam masa menyusui, Qu LianLian hanya dapat membagi stresnya dengan sang suami.
Dia merasa sedih karena tidak bisa menyusui bayinya.
Dia juga merindukan putranya, tetapi mereka hanya bisa melakukan panggilan dengannya melalui WeChat.
Setiap hari setelah mereka kembali ke asrama rumah sakit, Qu dan Cheng meluangkan waktu untuk berbicara dengan orang tua mereka melalui telepon.
Keduanya memberbicarakan tentang anak-anak mereka dan memberi tahu mereka bahwa mereka sehat dan aman.
Baca Juga: Mahasiswa Indonesia Ingin Kembali Kuliah di Wuhan Pasca Wabah Corona, Begini Tanggapan Menkes
"Suamiku tidak romantis, tapi dia banyak mendukungku," kata Qu.
Menurut Qu, di rumah sakitnya, ada banyak pasangan lain, ayah dan anak lelaki, dan ibu dan anak perempuan yang bekerja di garis depan melawan virus corona.
"Kami tidak sendirian."
"Kami didukung oleh orang-orang dari seluruh negeri, dan kami memiliki keyakinan bahwa kami dapat memenangkan pertempuran melawan virus dan bahwa masa sulit ini akan berumur pendek," ujarnya.
Lebih dari 25.600 pekerja medis dari rumah sakit di sekitar China telah bergabung untuk mendukung provinsi Wuhan dan Hubei dalam upaya mereka untuk memerangi penularan.
Dedikasi Qu untuk pertempuran melwan wabah corona telah diakui oleh orang lain, yang pada gilirannya telah menawarkan untuk membantunya dan keluarganya.
Upaya pencegahan dan pengendalian epidemi telah menghasilkan perubahan positif, karena bahkan di Wuhan kasus baru sedang menurun.
Qu mengatakan bahwa dia berharap situasi di Wuhan akan membaik berkat dukungan nasional.
(*)
Tegas, BPOM Tarik Produk Suntik DNA Salmon Dokter Richard Lee yang Tak Sesuai Izin Edar
Source | : | asiaone |
Penulis | : | Silmi Nur Aziza |
Editor | : | Nindya Galuh Aprillia |